Tubagus Hasanuddin: Tebusan Dimanfaatkan Perompak untuk Memeras
Tubagus Hasanuddin, mempertanyakan kinerja lembaga negara atas terjadinya penyanderaan yang berulang kali oleh Kelompok Abu Sayyaf
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus (TB) Hasanuddin, mempertanyakan kinerja lembaga negara atas terjadinya penyanderaan yang berulang kali diduga oleh Kelompok Abu Sayyaf terhadap awak kapal berbendera Indonesia.
Menurut pria yang akrab disapa Kang TB Hasanuddin ini, ada tiga hal yang patut dipertanyakan dari kejadian penyanderaan berulang itu.
"Pertama, harus dicatat bahwa Indonesia sebelumnya telah sangat toleran terhadap perompak dengan bersedia memberi tebusan demi menyelamatkan awak kapal yang disandera. Tapi, tebusan ini justru dimanfaatkan oleh perompak sebagai satu kelemahan untuk memeras kembali," ungkapnya, Jumat (24/6/2016).
Namun, di sisi lain, Hasanuddin juga mempertanyakan sejauh mana dilakukan pencegah berikut melalui operasi patroli. Baik patroli sendiri maupun patroli bersama antarnegara.
"Hal kedua, kemana itu patroli bersama antarnegara? Mengapa selama ini tidak efektif , lalu bentuk MOU itu seperti apa ?" tegas Hasanuddin.
Lebih lanjut, Hasanuddin juga mempertanyakan soal perilaku para anak buah kapal (ABK) yang melintasi wilayah perairan rawan. Seharusnya, imbuhnya, pasca kejadian sebelumnya, para ABK kapal menjadi semakin waspada.
"Kenapa para ABK tidak pernah berkoordinasi minta pengawalan dari pihak keamanan khususnya TNI AL misalnya? Mengapa bisa terulang lagi?" Hasanuddin mempertanyakan kembali.
Pemerintah terkait hal ini sudah mengakui adanya peristiwa penyanderaan ABK Indonesia, yang sudah terjadi untuk ketiga kalinya.
Dalam dua peristiwa sebelumnya, Pemerintah Indonesia berhasil melakukan pembebasan keseluruhan ABK.
Penculikan ABK pertama kali terjadi pada 26 Maret yakni sebanyak 10 ABK, kemudian pada 15 April 2016 sebanyak empat ABK, dan terakhir 20 Juni 2016 sebanyak tujuh ABK.
Yang terakhir ini justru sempat dibantah oleh Panglima TNI. Ancaman kelompok bersenjata di Filipina Selatan semakin besar setelah sejumlah peristiwa penculikan dan penyanderaan warga asing, termasuk WNI.
Solusi kedepan, Hasanuddin menyarankan, perlunya tingkatkan kordinasi "joint patrol" bersama negara-negara tetengga khususnya dengan negara Asean.
"Diberlakukannya segera perlunya aturan wajib lapor ABK untuk minta pengawalan dari aparat patroli laut terutama saat melintasi daerah-daerah rawan perompakan," pungkasnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan mengakui, pemerintah membutuhkan waktu untuk benar-benar mengklarifikasi kabar tentang penyanderaan tujuh WNI oleh kelompok bersenjata di Filipina.