Lolos di MA, KPK Akan Kembali Tetapkan Hadi Poernomo Sebagai Tersangka
Yuyuk sendiri mengaku pihaknya belum menerima salinan putusan dari Mahkamah Agung.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi berjanji tidak akan melepaskan bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo.
Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali yang diajukan KPK terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Hadi.
"Sprindik baru itu salah satu yang jadi opsi yang sedang dipertimbangkan," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Yuyuk sendiri mengaku pihaknya belum menerima salinan putusan dari Mahkamah Agung.
Oleh karena itu, keputusan untuk penetapan Hadi kembali sebagai tersangka akan didiskusikan.
"KPK belum terima salinan putusan. Kami akan diskusikan dulu di internal mengenai hal ini," tukas Yuyuk.
Sebelumnya, MA menolak peninjauan kembali yang diajukan KPK terhadap terdakwa Hadi Poernomo pada 16 Juni 2016.
Mahkamah mendasarkan putusannya pada putusan Mahkamah Konsitutusi yang memutuskan jaksa tidak bisa mengajukan PK.
"Putusan tidak dapat diterima karena jaksa tidak boleh mengajukan PK berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi," kata Juru Bicara MA, Suhadi, saat dihubungi, Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Sebelumnya, KPK sepakat mencari celah atas putusan praperadilan yang memenangkan gugatan mantan Dirjen Pajak itu.
Sementara, dalam Undang-Undang KPK, lembaga pemberantasan korupsi yang bersifat ad hoc ini tak mengenal penghentian penyidikan.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan Hadi pada 26 Mei 2015.
Hakim Haswandi mengatakan penetapan Hadi sebagai tersangka tidak sah lantaran penyelidik dan penyidik KPK tidak sah atau bertentangan dengan undang-undang.
Haswandi berpendapat seharusnya penyidik KPK berstatus penyidik sebelum diangkat atau diberhentikan oleh KPK, baik dari Polri atau Kejaksaan atau institusi lainnya.
Hakim Haswandi bahkan memerintahkan agar KPK menghentikan penyidikan kasus Hadi.
KPK sebenarnya pernah hendak mengajukan banding, namun ditolak.
Hadi adalah tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia.
Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.
Hadi diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait permohonan keberatan BCA selaku wajib pajak pada 2003.
Dia disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Ketika itu BCA mengajukan keberatan pajak atas non performance loan yang nilainya Rp 5,7 triliun.
Hadi diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA tersebut.