Komisi X Angkat Bicara Soal Kasus Pencubitan Siswa di Sidoarjo
Samhudi (45), seorang guru SMP Raden Rahmat di Sidoarjo, dilaporkan ke Polsek Balangbendo dan diajukan ke pengadilan
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fikri Faqih berharap proses penyelesaian kasus pencubitan siswa SMP di Sidoarjo, lebih mengedepankan musyawarah dibandingkan melalui jalur hukum.
Hal itu karena institusi sekolah merupakan representasi institusi keluarga dalam bentuk lain yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi (dialog).
“Kalau ada sebuah keluarga yang menitipkan anaknya di suatu sekolah, berarti sekolah tersebut dipercaya untuk menjadi representasi keluarga dalam hal mendidik. Keluarga dan Sekolah menjadi satu kesatuan utuh, sehingga nilai-nilai prinsip, seperti musyawarah, harus dijunjung tinggi,” jelas Fikri melalui keterangan tertulis, Minggu (3/7/2016).
Diketahui, Samhudi (45), seorang guru SMP Raden Rahmat di Sidoarjo, dilaporkan ke Polsek Balangbendo dan diajukan ke pengadilan oleh orang tua siswa karena dinilai telah melakukan kekerasan terhadap anaknya berinisial SS beberapa waktu belakangan ini.
Menurut informasi, Samhudi melakukan hal itu sebab SS tidak melakukan kegiatan Sholat Dhuha yang menjadi kebijakan sekolah tersebut dalam rangka peningkatan iman dan takwa.
“Melaporkan ke pihak berwajib, seharusnya menjadi hal terakhir jika musyawarah berakhir buntu. Jadi, dialog di Meja Coklat lebih baik daripada di Meja Hijau. Jika ternyata guru tersebut melanggar kode etik, tentu mendapatkan pembinaan dari pihak sekolah. Bukan dari pengadilan atau penghakiman publik,” ujar Fikri.
Oleh karena itu, Fikri berharap persoalan ini segera diselesaikan, baik dari pihak sekolah, komite, maupun orang tua siswa. Khawatir, jika terus dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan polemik terhadap guru-guru lainnya di daerah.
“Mendidik memang tidak harus dengan cara fisik. Tapi, jika harus terjadi perlakuan fisik di sekolah, berarti ada masalah di keluarganya dalam hal mendidik. Jadi, sekolah dan keluarga harus sama-sama introspeksi dan menahan diri. Karena kita sedang menyiapkan generasi terbaik, dan itu dimulai dengan cara sinergis antara sekolah dan keluarga,” tuturnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.