Kowani: Idul Fitri Momentum Revolusi Mental
Menurut Giwo, halal bihalal merupakan kegiatan kultural Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masih dalam suasana Lebaran, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo mengucapkan “Minal Aidin Wal Faizin" mohon maaf lahir dan batin semoga semua dapat kembali fitrah dan menjemput kemenangan yang hakiki.
"Bagi Umat Islam, Idul Fitri bukan sekadar perayaan ritual semata. Tetapi Idul Fitri dimaknai sebagai ‘Kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang suci‘ sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu," kata Giwo dalam keterangannya, Minggu (1`0/7/2016).
"Dengan idul fitri tersebut, budaya saling memaafkan terus mengiringi dan telah populer di masyarakat Islam Indonesia. Fenomena ini semakin memperkuat ikatan persaudaraan dan kasih sayang bagi sesama," dia menambahkan.
Menurut Giwo, halal bihalal merupakan kegiatan kultural Indonesia. Satu sisi bermakna spiritual, namun di sisi lain bermakna sosial. Memiliki makna spiritual karena halal bihalal satu paket dengan selesainya umat Islam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan.
"Sementara makna sosialnya bahwa dengan halal bihalal, kita semua dapat mempererat persaudaraan dan kebersamaan, karena jika terdapat khilaf dan salah, dengan acara halal bihalal semua saling memantaskan diri untuk saling memaafkan," katanya.
Budaya saling memaafkan ini, menurut dia, lebih populer disebut halal-bihalal. Fenomena ini adalah fenomena yang terjadi di Tanah Air, dan telah menjadi tradisi di negara-negara rumpun Melayu.
"Ini adalah refleksi ajaran Islam yang menekankan sikap persaudaraan, persatuan, dan saling memberi kasih sayang,' katanya.
Karena itu, Umat Islam dilatih untuk selalu menanamkan nilai-nilai kemanusiaan. Ramadan penuh dengan pesan etika keshalehan sosial yang sangat tinggi, seperti pengendalian diri, disiplin, kejujuran, kesabaran, solidaritas dan saling tolong-menolong.
"Ini merupakan sebuah potret yang mengarah kepada eratnya keshalihan pribadi dengan keshalihan sosial," katanya.
Dengan demikian, menurut Giwo, spirit idul fitri bukan hanya sebagai peristiwa keagamaan, tetapi momentum revolusi mental bangsa dan umat Islam, yaitu:
1. Mempererat ikatan silaturahmi, kekeluargaan dan kekerabatan umat Islam dan bangsa Indonesia. Suasana kekerabatan merupakan fondasi kebangsaan kita yang tak boleh menipis apalagi punah.
2. Memantapkan kerukunan umat baik intra maupun antar umat beragama. Karena kerukunan merupakan pilar kebangsaan yang harus dirawat.
3. Meningkatkan kontribusi positif bagi pemberdayaan perempuan Indonesia, yang hingga kini masih tercatat sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang masih membutuhkan perhatian khusus.
4. Tanpa mengenal lelah, kita semua terus berupaya meningkatkan kapasitas SDM perempuan, memperluas akses dan menfasilitasi mereka agar mampu melakukan langkah besar untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
5. Memperkuat jaringan kemitraan organisasi baik keagamaan maupun perempuan untuk tujuan jihat melawan trafiking, KDRT dan kejahatan seksual.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.