Keluarga Santoso Ikhlas
Kemarin, keluarga dari Santoso dan Muchtar sudah mulai berdatangan ke RS Bhayangkara, Palu.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak Mabes Polri semakin yakin terduga teroris yang tewas dalam baku tembak dengan Satgas Tinombala Senin (18/7/2016) petang yaitu Santoso dan Muchtar.
Kemarin, keluarga dari Santoso dan Muchtar sudah mulai berdatangan ke RS Bhayangkara, Palu.
Kedatangan mereka selain untuk melihat jenazah Santoso dan Muchtar, juga untuk memberikan data pembanding tes DNA ke tim DVI. Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Agus Rianto mengatakan istri dan anak dari Santoso dan Muchtar sudah membenarkan itu adalah suami dan ayah mereka.
"Istri dan anak mereka sudah menyatakan betul, ditambah didukung dengan sidik jari dan gigi. Dari kepastian fisik bisa dipastikan itu mereka," tutur Agus, Rabu (20/7).
Selain itu, upaya pencocokan fisik juga dilakukan dengan membandingkan wajah Santoso dengan foto-foto yang beredar di mesia sosial. Termasuk dengan rekaman video ancaman yang dibuat oleh Santoso.
"Kami cocokkan juga dengan video yang beredar, dan itu sama. Tapi tetap diperlukan identifikasi ilmiah melalui hasil tes DNA yang akan keluar dalam dua hari nanti," ia memastikan .
"Putri Santoso kemarin malam sudah datang ke RS Bhayangkara Palu untuk diambil sampel DNA. Ini bagian dari identifikasi, kemarin putrinya didampingi istri pertama Santoso, Suwarni," Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar menambahkan.
Salah satu keluarga Santoso yang tinggal di Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengaku ikhlas atas tewasnya Santoso. "Saya sendiri belum tahu benar tidaknya Santoso ketembak. Tapi saya sudah ikhlas saja. Sudah jatahnya dia ketembak," ujar Ahmad Basri.
Sejauh ini, lanjut Basri, belum ada pembicaraan maupun rencana apapun dari pihak keluarga terkait meninggalnya Santoso. Ia berkeyakinan jika jenazah Santoso tidak akan dimakamkan di Desa Adipiro, melainkan di tempat keluarganya yang lain yang tinggal di luar kota Magelang.
"Mungkin tidak dimakamkan disini. Saya tidak ikut campur soal itu. Karena saya jarang berurusan," katanya.
Menurut Basri, kedua orangtua Santoso, Irsan (almarhum) dan Rumiyah, memang berasal dari Desa Adipiro yang terletak di ketinggian sekitar 1.300 mdpl di Gunung Sumbing. Keluarga Santoso kemudian pindah ke Palu karena mengikuti program transmigrasi tahun 1970 silam.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Boy Rafli Amar mengungkapkan, sambil menunggu hasil tes DNA terhadap jenazah Santoso, pihak kepolisian juga membicarakan soal pemakaman Santoso kepada pihak keluarga. "Termasuk soal pemakaman, nanti dibicarakan dengan keluarga. Mau dimakamkan dimana," jelasnya.
Boy mengatakan soal lokasi dimana jenazah akan dimakamkan belum diketahui, apakah akan dimakamkan di tempat kelahiran atau bagaimana, belum diputuskan. "Itu belum diputuskan, apakah akan dimakamkan di kampungnya? Dia kan dari Tentena, Poso atau di tempat lain," ucap Boy.
Kemarin, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian ke Poso, Sulawesi Tengah untuk melihat langsung jenazah Santoso alias Abu Wardah berikut senjata api milik Santoso.Boy Rafli Amar menjelaskan, selain untuk melihat jenazah Santoso berikut senjata apinya, Tito juga ingin memberikan apresiasi pada seluruh anggota Satgas Tinombala.
"Pak Kapolri ingin melihat langsung capaian anggota di lapangan dan mengapresiasi Satgas Tinombala," tambahnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan yakin sel-sel teroris di Poso sulit berkembang pascakematian Abu Wardah alias Santoso.Alasan mengapa sel-sel teroris di Poso sulit berkembang, menurutnya lantaran aktivitas aparat gabungan TNI-Polri dalam rangka meredam pergerakan kelompok teroris ini cukup efektif.
"Saya kira tentu makin sulit. Karena tekanan dari operasi yang dilakukan TNI-Polri ini cukup efektif," kata Luhut.
Terkait operasi Tinombala, Luhut mengatakan pihaknya nanti akan melakukan evaluasi apakah akan dilanjutkan atau tidak, mengingat masih ada 19 terduga teroris yang masih masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang.
"Yang jelas kami tetap mengimbau 19 orang yang masih di atas karena bagaimanapun mereka warga negara Indonesia kalau mereka bisa turun akan lebih baik," kata Luhut. (tribunnews/ther/nicolas manafe/kompas.com)