Polisi Dianggap Lemah Terhadap 15 Perusahaan Pembakar Lahan
Menurut dia, alasan yang diungkapkan Polda Riau terkait penghentian penyidikan tersebut tak masuk akal.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Direktur Riset Setara Institute menilai, janggal langkah Kepolisian yang menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan yang disangka membakar hutan dan lahan.
Menurut dia, alasan yang diungkapkan Polda Riau terkait penghentian penyidikan tersebut tak masuk akal.
"Mereka beralasan 15 perusahaan yang menjadi tersangka pembakar hutan beroperasi di tanah yang berstatus sengketa, yakni sengketa di antara perusahaan dan masyarakat setempat. Sementara itu, 25 orang yang terbukti membakar lahan tersebut tetap diproses secara hukum," kata Ismail dalam jumpa persnya di Kantor Setara Institute, di Bilangan Jakarta Selatan, Minggu (24/7/2015).
Ismail mengatakan, alasan tersebut bukan hanya tak masuk akal, tetapi menunjukan keberpihakan kepolisian kepada korporasi.
"Jadi bukan cuma tak masuk akal alasan itu, tapi mereka (kepolisian) galak sama individu, tetapi lemah sama korporasi. Seharusnya kalau beralasan lahan itu masih sengketa, yang 25 orang itu juga di SP3 kasusnya, ini kan tidak," ujar Ismail.
(baca: Komisi III Akan Tindak Lanjuti Pemberian SP3 untuk Pelaku Pembakaran Hutan)
Dia menambahkan, meskipun lahan tersebut berstatus sebagai lahan sengketa, kepolisian tak bisa menghilangkan sangkaan unsur pidana yang buktinya telah terkumpul.
"Jadi tidak ada itu unsur pidana hilang hanya karena tempat berbuat pidananya masih berstatus sengketa, itu tidak logis namanya," ucap Ismail.
Sebelumnya kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli 2015. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang ke meja hijau.
(baca: Jokowi Perintahkan Kapolda dan Pangdam yang Lalai Cegah Kebakaran Hutan Dicopot)
Adapun kelima belas perusahaan tersebut adalah PT Bina Duta Laksana (HTI), PT Ruas Utama Jaya (HTI), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (HTI), PT Suntara Gajah Pati (HTI), PT Dexter Perkasa Industri (HTI), PT Siak Raya Timber (HTI), dan PT Sumatera Riang Lestari (HTI).
Lalu, PT Bukit Raya Pelalawan (HTI), PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam (HTI), PT Rimba Lazuardi (HTI), PT PAN United (HTI), PT Parawira (Perkebunan), PT Alam Sari Lestari (Perkebunan), dan PT Riau Jaya Utama.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar sebelumnya menegaskan, pihaknya memiliki alasan yang kuat untuk menghentikan penyidikan kasus kebakaran hutan yang melibatkan sebelas perusahaan di Riau.
(baca: Polri Terbuka jika Ada yang Gugat Penghentian Kasus Kebakaran Hutan Riau)
Jika ada pihak yang merasa keberatan, kata Boy, Polri terbuka dengan perlawanan tersebut.
"Kalau masyarakat merasa ada yang dirugikan, gugat saja keputusan itu. Terbuka kok, ada praperadilan. Kalau memang itu dinilai sesuatu yang tidak patut," kata Boy di Mabes Polri, Kamis (21/7/2016). (Rakhmat Nur Hakim)