Pemerintah Disarankan Perbaiki Draft RUU Terorisme
perbedaan pendapat antara TNI dan Polri terkait dengan pasal dalam regulasi, keterlibatan TNI menindak dan menanggulangi aksi terorisme.
Editor: Rachmat Hidayat
Saat ini, fungsi ini hanya ada di institusi Polri sebagai lembaga penegakan hukum. TNI, kata Tito, cenderung memegang prinsip ‘kill or to be killed’, yang minim peringatan. Sementara, upaya penegakan hukum terhadap teroris tetap harus mengedepankan hak asasi manusia.
Sementara, Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo berpendapat, TNI memiliki standar prosedur operasi dalam melakukan tindakan dengan tidak mengabaikan HAM.
Gatot memberi contoh saat pihaknya menindak petinggi kelompok teroris Poso, yaitu Santoso alias Abu Wardah beberapa waktu lalu. Tim Alfa dari Batalyon 515 Raider Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat bergerak menyergap kelompok Santoso.
“Saat disergap, (Santoso) didampingi istrinya. Ada dua wanita dan tidak bersenjata, karena tidak bersenjata, tidak ditembak,” ujar Gatot.
Contoh lain yang disebut Gatot adalah saat pembebasan sandera di Woyla, Thailand pada 1981. Dalam operasi yang saat itu dipimpin Letnan Kolonel Infanteri Sintong Pandjaitan, tutur Gatot, tidak ada satupun sandera menjadi korban.
Itu karena para anggota Komando Pasukan Khusus menjunjung tinggi HAM, dan tidak sembarangan bertindak.
"Jadi salah kalau orang mengatakan kalau TNI tidak tahu HAM,” Gatot menegaskan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.