Faisal Basri: Bahaya Kalau Jokowi Terlalu Dominan
Alhasil fungsi kontrol dari kubu oposisi akan semakin lemah
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menjadi pemerintahan yang didukung oleh mayoritas kekuatan politis yang ada, dengan masuknya Paratai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) mendukung pemerintah.
Alhasil fungsi kontrol dari kubu oposisi akan semakin lemah, dan hal itu berbahaya menurut Ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri.
"Bagi saya ini sinyal jelek, fungsi check and balances (fungsi kontrol) semakin lemah,"ujar Faisal Basri dalam diskusi di Veteran Cafe, Jakarta Pusat, Senin (1/8/2016).
Pasalnya sebelum pemerintah mendapat dukungan dari mayoritas kekuatan politikpun, banyak target yang tidak masuk akal yang dikeluarkan presiden, dan program-program yang tidak efektif.
Ia mencontohkannya dengan kebijakan tol laut, yang direalisasikan melalui kapal khusus ternak.
Padahal kebutuhan warga Jakarta adalah sekitar 750 ekor sapi perhari, dan kapal khusus ternak itu hanya bisa mengangkut 150 ekor sapi sekali jalan.
Menteri Pertanian, Amran Sulaiman seharusnya mengingatkan presiden soal kebijakan itu, namun hal itu tidak dilakukan Amran.
Alhasil porgram tersebutpun gagal, setelah negara terlanjur keluar uang.
Hal yang sama juga juga terjadi ketika presiden menetapkan target penerimaan pajak lebih tinggi 30 persen.
Dengan kondisi di Indonesia saat ini, hal tersebut sangat sulit untuk dicapai.
Menteri Keuangan saat itu, Bambang Brodjonegoro gagal untuk mengingatkan presiden.
Alhasil target tidak terpenuhi, dan kredibilitas pemerintah di depan masyarakat sudah terlanjur jatuh.
Ia mengaku curiga, karena target yang tidak realistis itu, pemerintah akhirnya mengambil kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak, dengan target Rp 165 triliun.
"Itupun saya pesimis sembilan puluh lima persen tercapai," katanya.
Selain itu, sosok seorang Joko Widodo masih menjadi media darling atau kesayangan media, berpotensi membiaskan informasi yang diterima masyarakat, soal apa yang sesungguhnya terjadi.
"Kalau media tetap masih darling-darlingan, ya sudah lah krisis betul-betul kita akan rasakan," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.