Wali Kota Semarang Mengaku Terima Rp300 Juta dari Damayanti
Hendrar mengakui bahwa dirinya pernah menerima uang senilai Rp300 juta dari Damayanti
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang dengan terdakwa mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti, Senin (1/8/2016).
Hari ini jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), menghadirkan Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi sebagai saksi.
Dalam persidangan Hendrar mengakui bahwa dirinya pernah menerima uang senilai Rp300 juta dari Damayanti lewat Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin pada saat melakukan kunjungan ke Semarang.
Namun, Politikus PDIP mengaku tidak mengetahui sumber uang yang sudah digunakan untuk berkampanye pencalonan dirinya sebagai Walikota Semarang.
"Kalau saya boleh cerita di Hotel Novotel saya ketemu Dessy, julia dan Damayanti dengan staf saya Pak Farhan, bicaranya ada bantuan dari temen-temen di jakarta, yang terima Farhan. Saya sudah (terima) uang diserahkan ke sekretariat partai. Setelah kejadian OTT saya tanyakan jumlahnya Rp300 juta," kata Hendrar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Menurutnya, uang tersebut langsung diterima oleh stafnya, Farhan dan diserahkan ke Sekretariat PDIP.
"Bicaranya ada bantuan dari temen-temen di Jakarta, yang terima Farhan. Uang diserahkan ke sekretariat partai," katanya.
Menurut Hendrar, bantuan uang bagi kader yang bakal maju dalam gelaran Pilkada lumrah terjadi.
Bahkan, dia menyebut bantuan uang itu merupakan kelebihan partainya yang disebut dengan gotong royong.
"Ya kehebatan partai kita seperti itu, gotong royong," katanya.
Dalam surat dakwaan Damyanti, uang Rp300 juta yang diberikan kepada Hendrar berasal dari kocek Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Pengusaha ini diketahui telah terbukti menyuap Damayanti.
Selain itu, anggota Komisi V DPR RI itu juga membantu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kendal, Widya Kandi dan Gus Hilmi dengan memberikan uang Rp300 juta.
Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Damayanti dan dua stafnya sebagai tersangka.
KPK juga menetapkan Budi Supriyanto, Amran dan seorang anggota Komisi V DPR, Andi Taufan Tiro, sebagai tersangka.
Diduga, Abdul Khoir selaku pimpinan perusahaan kontraktor memberikan sejumlah uang kepada Amran dan sejumlah anggota Komisi V DPR.
Pemberian tersebut bertujuan agar proyek pembangunan jalan yang diusulkan anggota dewan di Maluku dan Maluku Utara dapat dikerjakan oleh perusahaan Abdul Khoir.
Akibat perbuatannya, JPU KPK menilai Damayanti melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.