Curahan Hati Seorang Ayah yang Anaknya Disandera Kelompok Abu Sayyaf
"Ferri disandera oleh kelompok satu, sementara kelompok dua menyandera empat ABK lainnya. Saya berharap pemerintah bisa menyelesaikan secepatnya."
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, A Prianggoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Abdul, ayah dari nahkoda kapal, Ferri Arifin, yang disandera Abu Sayyaf berharap drama penyanderaan ini bisa segera berakhir.
Abdul menceritakan bila Ferri yang merupakan anak keduanya dari tiga bersaudara itu berlayar sejak tiga tahun silam.
Ferri yang usianya masih 25 tahun hingga saat ini masih lajang. Menurut Abdul, Ferri disandera oleh kelompok Abu Sayyaf yang berbeda dengan empat sandera lainnya.
"Ferri disandera oleh kelompok satu, sementara kelompok dua menyandera empat ABK lainnya. Saya berharap pemerintah bisa menyelesaikan secepatnya karena kondisi kesehatan anak saya dan sandera lain semakin melemah," kata Abdul.
Seperti diberitakan, tujuh kru Kapal Charles diketahui telah disandera kelompok bersenjata di selatan Filipina sejak 22 Juni 2016. Ketujuh ABK WNI tersebut adalah Ferry Arifin (nahkoda), Ismail (Mualim I), Muhammad Mahbrur Dahri (KKM), Edi Suryono (Masinis II), Muhammad Nasir (Masinis III), Muhammad Sofyan (Oliman), dan Robin Piter (juru mudi).
Ketua Pergerakan Pelaut Indonesia, Andre Sanusi, meminta pemerintah menyediakan psikiater bagi keluarga korban dari tujuh anak buah kapal (ABK) Tug Boat (TB) Charles 00. PPI merupakan lembaga yang ditunjuk secara resmi oleh keluarga ABK yang menjadi sandera dari Kelompok Abu Sayyaf.
"Kami minta pemerintah lewat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyediakan psikiater. Sebab, keluarga korban dari ABK yang disandera ini beban moral dan tekanannya luar biasa," kata Sanusi saat ditemui Tribun di Hotel Amaris Juanda, Jakarta, Rabu (3/8).
Sanusi menceritakan, keluarga yang terdiri atas istri, anak, maupun orangtua dari ABK yang disandera baru-baru ini menempati sebuah mess milik PT Rusdianto Bersaudara selaku perusahaan yang memperkerjakan tujuh ABK tersebut.
Menurut Sanusi, mess tersebut berlokasi di sebuah perkampungan di Samarinda namun jauh dari keramaian.
"Alasan menempati mess supaya pihak perusahaan mudah berkomunikasi dengan keluarga ABK jika sewaktu-waktu ada telepon dari kelompok penyandera," kata Sanusi.
Sanusi menceritakan, para keluarga ABK itu kesehariannya menangis, bersedih dan sering melamun sejak ABK disandera 44 hari belakangan ini.
"Sebelum ada penyanderaan, istri-istri ABK ini paling suka nonton sinetron. Tapi sejak suami-suami mereka disandera, mereka lebih sering di depan televisi untuk menanti-nanti tayangan berita yang mengabarkan kondisi terakhir para ABK. Mereka tidak lagi tertarik nonton sinetron," terang Sanusi.
Sanusi mengajak sejumlah keluarga ABK ke Jakarta untuk menemui perwakilan Kemenlu.
Mereka berangkat dari Samarinda pada Jumat (31/7) lalu. Keluarga ABK tersebut di antaranya Dian Megawati Ahmad (istri dari Ismail, Chief Officer TB Charles), Elona (istri Robin Piter, ABK), Agarista (putri dari M Nasir, ABK), serta perwakilan PPI Samarinda.
"Setelah ada pertemuan dengan perwakilan Kemenlu, kami berharap bisa mendapatkan solusi yang lebih baik. Tadi kami juga sudah berkomunikasi dengan Pak Wiranto (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan), beliau berjanji akan segera menyelesaikan persoalan ini," tambah juru bicara PPI, Amrullah. (tribunnews/ape)