Farhat Abbas Setuju Hukuman Mati Kalau Eksekutornya Presiden
"Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 pasal 14 menyebutkan bahwa hak memberikan grasi ada pada Presiden," jelas Farhat Abbas.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara kondang Farhat Abbas menyatakan penolakannya terhadap hukuman mati yang baru saja dilakukan pemerintah Indonesia kepada empat terpidana mati kasus narkoba pekan lalu di Lapas Nusakambangan.
Farhat yang juga menjadi pengacara salah satu terpidana mati bernama Seck Osmane dari Nigeria ini mengatakan akan mendukung hukuman mati kalau eksekutornya adalah Presiden Jokowi atau Jaksa Agung HM Prasetyo.
"Kalau Presiden atau Jaksa Agung hanya omong saja mereka tidak ada beban. Kalau Presiden yang jadi eksekutor langsung saya setuju hukuman mati," ujar Farhat kepada Tribunnews.com, Kamis (4/8/2016).
Menurutnya dengan memposisikan Presiden sebagai eksekutor membuat Presiden berpikir untuk meneruskan kebijakan hukuman mati di Indonesia yang mulai ditinggalkan banyak negara lain di dunia.
"Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 pasal 14 menyebutkan bahwa hak memberikan grasi ada pada Presiden," jelasnya.
Seck Osmane, Humprey Ejike, Michael Titus Igweh, dan Freddy Budiman dieksekusi Hari Jumat (29/8/2016) lalu. Jenazah Seck Osmane sudah diterbangkan ke negara asalnya Nigeria, Senin (1/8/2016) kemarin.