KPK Terus Buru Royani dan 4 Polisi Pengawal Nurhadi
Untuk menghilangkan jejaknya, Royani diduga berpindah-pindah tempat.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak dicegah bepergian ke luar negeri 4 Mei lalu, Royani hingga kini belum terdeteksi keberadaannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ajudan Sekretaris Mahkamah Agung (nonaktif) Nurhadi Abdurachman itu hilang hingga akhirnya dipecat MA.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, mengatakan hingga kini pihaknya masih terus berupaya menghadirkan Royani untuk diperiksa.
"Untuk Royani sampai saat ini keberadaannya belum diketahui dan penyidik masih mengupayakan untuk menghadirkan yang bersangkutan sebagai saksi," kata Yuyuk, Jakarta, Selasa (9/8/2016).
Royani sempat dikabarkan 'ditempatkan' di Batam. Namun, Royani kemudian diketahui bersembunyi di Pulau Jawa.
Untuk menghilangkan jejaknya, Royani diduga berpindah-pindah tempat.
Selain Royani, KPK juga sedang berupaya menghadirkan empat polisi pengawal Nurhadi.
Keempat polisi tersebut telah mangkir tidak kali dari panggilan KPK.
Ternyata, keempat polisi tersebut berdasarkan keterangan Polri diberangkan ke Poso untuk mengikuti Operasi Tinombala dalam perburuan menumpas Mujahidin Indonesia Timur yang dipimpin Santoso.
"Kalau untuk empat polisi itu sebenarnya sudah ada koordinasi KPK dan Polri. Itu tinggal tunggu penyidik saja kapan akan melakukan pemeriksaan," kata Yuyuk.
Keempat polisi yang bertugas di divisi Brigade Mobil tersebut adalah yakni Brigadir Polisi Ari Kuswanto, Brigadir Polisi Dwianto Budiawan, Brigadir Polisi Fauzi Hadi Nugroho, dan Ipda Andi Yulianto.
Keterangan keempat polisi dan Royani tersebut untuk mengonfirmasi mengenai uang yang Rp 1,7 miliar yang disita dari rumah Nurhadi.
Uang tersebut terdiri dari 37.603 Dolar Amerika, 85.800 Dolar Singapura, 170.000 Yen Jepang, 7.501 Riyal Arab Saudi, 1.335 Euro dan Rp 354.300.
Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.
Edy menerima Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno di Hotel Accacia, Jakarta Pusat, 20 April 2016.
Doddy adalah perantara suap dari PT Paramount. Suap tersebut terkait pengajuan peninjauan kembali putusan pailit AcrossAsia Limited melawan PT First Media Tbk yang terdaftar sebagai anak perusahaan Lippo Group.
Berkas pemohonan PK itu diketahui dikirim ke MA pada 11 April 2016.
Berdasarkan sumber Tribun, Nurhadi pernah menelepon Edy agar segera memproses pendaftaran tersebut.