Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Indonesia Terancam Tidak Punya Petani di Masa Depan

Akibat minimnya regenerasi, Indonesia terancam kehilangan petani.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Indonesia Terancam Tidak Punya Petani di Masa Depan
WARTA KOTA/nur ichsan
SAWAH - Petani sedang menanam bibit tanaman padi di sawah yang berlokasi di Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, Senin (30/5). Sebanyak 70 persen lahan pertanian di kawasan pantura Kabupaten Tangerang, berkurang setiap tahunnya karena telah berubah fungsi menjadi perumahan dan pabrik. Saat ini lahan pertanian yang tersebar di 29 kecamatan yang luasnya mencapai 41 ribu hektar dan menggunakan irigasi teknis ini mempengaruhi produksi padi setempat. WARTA KOTA/Nur Ichsan 

TRIBUNNEWS.COM - Indonesia yang mengaku sebagai negara agraris harus siap menerima kenyataan ini.

Akibat minimnya regenerasi, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementerian Pertanian, Indonesia terancam kehilangan petani.

Pending Dadih Permana menegaskan, regenerasi petani di kabupaten maupun kota masih sangat minim.

Oleh sebab itu, program penyuluhan pertanian terus digalakkan.

“Regenerasi petani itu penting. Kalau lima tahun ke depan tidak ada upaya, kita akan kehilangan petani. Artinya, Indonesia tidak akan ada lagi petani,” ucap Pending. Ia melihat, saat ini banyak lulusan-lulusan fakultas pertanian di perguruan tinggi justru beralih bekerja di tempat lain. Kondisi itu sekaligus menggambarkan minimnya minat di sektor pertanian, sekalipun lulusan pertanian.

Ia prihatin lantaran minimnya lulusan fakultas pertanian yang berkiprah di bidang pertanian.

Mereka lebih memilih bekerja di sektor lain yang dianggap lebih memiliki prospek mumpuni alih-alih mengangkat cangkul di sawah. Di Nusa Tenggara Barat, hanya 18 persen yang bersentuhan langsung dengan sektor pertanian.

Berita Rekomendasi

Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengakui, pentingnya peran penyuluh pertanian.

Apalagi tantangan dalam peningkatan produksi pangan makin berat dengan menurunnya areal pertanian akibat konversi lahan.

Di sisi lain, ekstensifikasi lahan pertanian tidak mudah karena terkendala status lahan.

“Hal ini tidak bisa lepas dari peran penyuluh. Kebijakan program dan anggaran ke depan harus mempertimbangkan bagaimana menumbuhkan tripple strategic, yaitu intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi. Ini akan menuju ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan,” tutur Herman.

Herman melanjutkan, tanpa strategi yang tepat dan cepat, maka akan sulit memenuhi kebutuhan pangan. Padahal, ledakan penduduk yang diramalkan terjadi harus ditanggapi dengan menyiapkan bahan pangan yang cukup pula.

“Jika tidak ada regenerasi petani, sampai kapan pun produksi tidak akan signifikan. Tidak akan selaras dengan peningkatan kesejahteraan para petani,” sambung dia.

Sementara itu, Kepala Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Bogor Nazaruddin mengatakan, untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani, perlu penyiapan sumber daya manusia untuk penyuluh pertanian dalam mengawal program pemerintah.

“Sebagai lembaga pendidikan, kita mendidik calon-calon wirausaha muda pertanian, termasuk calon penyuluh pertanian dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani,” ujar Nazaruddin.

Sejauh ini, lanjutnya, STPP Bogor berkontribusi melakukan kerja sama dengan desa-desa mitra serta Pos Pemberdayaan Keluarga untuk pemberdayaan dan kesejahteraan petani. “Arahnya, kami berharap sesuai dengan visi dan misi Kementerian Pertanian adalah kedaulatan pangan,” kata dia.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas