Jika Punya Dua Kewarganegaraan, Arcandra Diminta Bertanggungjawab
Isu dwikewarganegaraan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengundang reaksi dari anggota Komisi VII
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu dwikewarganegaraan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengundang reaksi dari anggota Komisi VII DPR Joko Purwanto.
"Kabar tersebut baru beredar di dunia maya yang belum diketahui kebenarannya," kata Joko ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Minggu (14/8/2016).
Hal itupun membuat kegaduhan, bahkan kredibilitas Presiden Jokowi dipertaruhkan. Mengingat menteri merupakan pembantu presiden.
"Presiden mempunyai hak prerogatif untuk menilai; mempertimbangkannya dan selanjutnya akan mengangkat menjadi menteri," katanya.
Namun bila kabar tersebut benar, Joko yakin presiden sudah mempertimbangkan Arcandra melalui mekanisme yang panjang. Politikus PPP itu menilai presiden akan mendapatkan masukan dari orang sekitar atas usulan calon menteri.
"Pertanyaannya adalah siapa saja yang harus bertanggungjawab khususnya dalam hal memberi kajian hukum atas calon orang yang akan dipilihnya," katanya.
Joko mengingatkan berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang no. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI menyebutkan Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan diantaranya memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau tidak melepaskan Kewarganegaraan lain.
"Ini artinya jika patut diduga apa yang dituduhkan kepada Arcandra Tahar itu terbukti benar bahwa dia (Arcandra) telah menjadi Warga Negara Amerika maka untuk dan atas nama hukum kewarganegaraan Arcandra sudah bukan WNI," imbuhnya.
Oleh karenanya, kata Joko, tidak semudah adanya wacana yang seenaknya saja. Dimana Arcandra diminta untuk memilih tetap menjadi Warga Negara Amerika atau WNI.
Tapi Arcandra harus mempertanggungjawabkannya secara hukum atas dugaan pemalsuan kewarganegaraan Indonesia.
"Tapi jika ternyata hal itu tidak bisa dibuktikan, maka secara berimbang kepada aparat Hukum Indonesia untuk mengusut tuntas pihak-pihak yang telah menebarkan fitnah atau isu palsu tersebut sehingga kredibilitas presiden bahkan negara tidak menjadi taruhan karenanya," katanya.