Tak Ingat Soal PK, Nurhadi Sebut Hanya Jalani Tanggungjawab dan Melayani
Nama Nurhadi sebelumnya masuk dalam surat dakwaan Doddy.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi mengaku lupa dirinya pernah mempercepat pengurusan Peninjauan Kembali (PK) perkara niaga PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media.
Hal ini diungkapkan Nurhadi saat bersaksi untuk Direktur PT Artha Pratama Anugrah Doddy Arianto Supeno di Pengadilan Tindak Pindana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (15/8/2016).
"Saya tidak ingat lagi, tapi seandainya itu terjadi, semata dalam rangka aspek pelayanan, soal administrasi perkara berada di panitera, saya selaku sekretaris pembina kepegawaian, punya tanggung jawab sesuai tugas fungsi saya," kata Nurhadi.
Dirinya mengaku juga pernah menegur atau meminta aparatur peradilan untuk menjalankan tugas dengan baik, cepat sederhana dan biaya ringan.
Nama Nurhadi sebelumnya masuk dalam surat dakwaan Doddy.
Nurhadi disebut meminta Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution, untuk segera mengirimkan berkas Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan PT Across Asia Limited (AAL), untuk segera dibawa ke MA meski sudah lewat tanggal pengajuan.
Diketahui, anak perusahaan Lippo Group tersebut, berdasarkan putusan kasasi MA dinyatakan pailit melawan PT First Media.
Hingga 180 hari berdasar UU, PT AAL tidak mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.
"Namun untuk menjaga kredibilitas PT AAL yang sedang berperkara di Hongkong, Eddy Sindoro (presiden komisaris Lippo Group) memerintahkan Wresti Kriatian Hesti mengupayakan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Jaksa Fitroh di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (29/6/2016).
Jaksa menjelaskan, sejatinya, pengajuan PK tersebut telah melewati batas waktu pengajuannya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Kepailitan.
Dari dakwaan Doddy, PT Across Asia resmi mendaftarkan permohonan PK di PN Jakarta Pusat dan diterima oleh Edy Nasution pada 2 Maret 2016. Pendaftaran PK itu dilakukan setelah pegawai PT Artha Pratama Wresti Kristian Hesti bertemu dengan Edy Nasution.
Setelah itu, Edy memproses pengajuan tersebut dengan mengirimkan pemberitahuan pendaftaran PK tersebut kepada pihak termohon yaitu PT First Media. Jaksa Fitroh menyebut, berkas PK PT Across Asia dikirim ke MA pada 30 Maret 2016.
Seperti diberitakan sebelumnya, Doddy didakwa oleh Jaksa KPK, telah menyuap Edy Nasution dengan uang sebesar Rp 150 juta. Suap tersebut diberikan untuk menunda proses pelaksanaan peringatan eksekusi (aanmaning) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited.
"Pemberian dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata Jaksa Fitroh.
Atas perbuatan tersebut, Doddy didakwa disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.