Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mahkamah Konstitusi Menggelar Sidang Lanjutan Uji Materi KUHP Kekerasan Seksual

Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lajutan uji materi pasal 284,285, 292 KUHP menegani kekerasan seksual, Selasa (23/4/2016).

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Mahkamah Konstitusi Menggelar Sidang Lanjutan Uji Materi KUHP Kekerasan Seksual
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Jaringan Muda Melawan Kekerasan Seksual melakukan sosialisasi penghentian kekerasan seksual kepada perempuan dan anak, di sekitar bundaran HI Jakarta Pusat, Minggu (6/12/2015). Kampanye ini dilakukan karena makin banyaknya kasus kekerasan kepada perempuan dan anak-anak sedangkan perhatian terhadap kasus tersebut dari pemerintah dirasa kurang. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lajutan uji materi pasal 284,285, 292 KUHP menegani kekerasan seksual, Selasa (23/4/2016).

Tiga saksi ahli dihadirkan dalam sidang‎ yang dimohonkan 12 warga negara Indonesia tersebut.

Ketiga pasal tersebut mengatur menegani perbuata perzinahan, pemerkosaan, pencabulan, dan LGBT.

Seorang saksi yang dihadirkan yakni pakar hukum tata negara Universitas Indonesia, Hamid Chalid.

Menurutnya kebebasan di Indonesia dibatasi norma.

Norma tersebut berasal dari kesadaran manusia (human consciousness).

Berita Rekomendasi

Di Indonesia kesadaran manusia dibatasi kesadaran ketuhaanan dan keagamaan.

Di Indonesia, kesadaran ini diimplementasikan dengan baik melalui Undang-undang dasar.

‎"Kesadaran kemanusian yang digetarkan, kita sangat terganggu dengan itu. Kesadaran ini yang tertinggi," ujar Hamid dalam sidang.

Apa yang dikatakan Hamid tersebut berkaitan dengan fenomena LGBT yang terjadi di Indonesia.

Sejumlah orang telah berani menunjukan perilaku LGBT-nya di depan umum.

"Terjadi orang berciuman antara laki-laki dan laki-laki di tempat umum, di stasiun kereta, apakah pantas dan apakah itu bisa diterima," katanya.

Menurut Hamid di belahan dunia manapun kebebesan terdapat batasan.

‎Di negara liberal sekalipun ada batasan dalam memandang perilaku masysarakat.

"Hukum di barat pun belum menerima ayah menjinahi anaknya sendri. Itu menandakan ada batasan-batasasan. Ada batasan kesadaran manusia‎," katanya.

Batasan tersebut di setiap negara berbeda-beda.

Indonesia yang menjunjung tinggi ketuhanan dan keagamaan ‎berbeda perspektif kebebesannya dengan Amerika.

Sementara itu perlu ada aturan untuk membatasi batasan tersebut agar tidak bergeser.

"Ada di dalam diri mereka, seperti hakim-hakim di Amerika untuk hidup semakin bebas, sehingga kebebasan di sana semakin bergeser," katanya.

"Beberapa tahun ke belakang mereka mengganggap LGBT itu sebagai tindak ilegal, namun kini mereka memandangnya sebagai suatu yang legal,"
tambahnya.

Lanjut dia, bukan tidak mungkin dua, tiga, lima tahun ke depan ayah menikahi anak perempuannya atau ibu menikahi anak laki-lakinya akan menjadi sesuatu yang legal juga.

"Kita tidak bisa bayangkan kemana hukum negara kita akan dibawa" katanya.

Menurut Hamid bersyukur Indonesia dilindungi konstitusi.

Sehingga membatasi dengan jelas ruang gerak kepantasan yang terus bergeser.

‎"Sehingga kami memndang bahwa permasalahan LGBT ini sangat penting dan ini saatnya majelis hakim menorehkan tinta emas," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas