Pemerintah Dinilai Tidak Bijak Jika Naikkan Harga Rokok Rp 50 Ribu per Bungkus
Mestinya, proses pengambilan suatu kebijakan itu harus memperhatikan banyak faktor, terutama sekali dampak sosial-ekonomi masyarakat
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota komisi XI DPR, Heri Gunawan menilai kebijakan menaikkan harga rokok menjadi Rp 50 ribu atau naik lebih dari dua kali lipat yang didasarkan pada satu hasil penelitian adalah sebuah proses pengambilan kebijakan yang tidak bijaksana.
Lebih-lebih, kebijakan itu disusun atas dasar viral yang terkesan nyeleneh di Medsos.
"Mestinya, proses pengambilan suatu kebijakan itu harus memperhatikan banyak faktor, terutama sekali dampak sosial-ekonomi masyarakat," kata Heri di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/8/2016).
Politikus Partai Gerindra itu menyebut, proses pengambilan keputusan yang seperti itu bisa disebut serampangan, latah, dan tidak bijak. Ujungnya, hanya mencuatkan kegaduhan baru, keributan baru.
"Malahan, akan lebih menjatuhkan kredibilitas eksekutif (presiden) yang baru-baru ini bikin keputusan 'blunder' terkait dwi-kewarganegaraan Archandra," tuturnya.
Menurut Heri, kebijakan menaikkan harga rokok hingga Rp 50 ribu itu bisa dicurigai sarat kepentingan. Kelihatannya itu sengaja dirancang secara sistematis, dimulai dengan penelitian, yang sebetulnya masih harus didiskusikan lebih mendalam, tapi tiba-tiba secara longgar bisa men-drive keputusan pemerintah yang dampaknya sangat luas dan sistemik.
"Mulai dari rusaknya struktur industri rokok, petani tembakau hingga ancaman pengangguran yang berujung pada munculnya kelompok miskin baru," ujarnya.
Sebab itu, wacana kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus kata Heri harus ditolak. Olehnya, pemerintah mesti mengkaji secara komprehensif kebijakan menaikkan harga rokok tersebut. Plus-minusnya harus dilihat secara hati-hati dan mendalam.
"Jika tujuannya untuk menaikkan penerimaan cukai yang pada tahun 2017 ditargetkan sebesar Rp157,16 triliun (di mana cukai hasil tembakau ditargetkan sebesar Rp149,88), maka jangan sampai itu justru jadi boomerang. Alih-alih naik, justru makin nyungsep," imbuhnya.
"Sekali lagi, pemerintah sudah harus menghentikan proses pembuatan kebijakan yang justru hanya menghadirkan kegaduhan baru, rakyat sudah 'mabok'. Pemerintah ditugasi untuk memberi kenyamanan, kedamaian, dan kepastian kepada masyarakat," katasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.