Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terbukti Jual Beli Perkara, Hakim Vonis Kasubdit MA 9 Tahun Penjara

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta kepada Andri Tristianto Sutrisna.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Terbukti Jual Beli Perkara, Hakim Vonis Kasubdit MA 9 Tahun Penjara
Tribunnews.com/ Wahyu Aji
Andri Tristianto Sutrisna. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta kepada  Andri Tristianto Sutrisna.

Andri sebelumnya, menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Kasasi dan Peninjauan Kembali perdata Khusus Mahkamah Agung.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Andri Tristianto Sutrisna terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Hakim Ketua John Halasan Butarbutar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (25/8/2016).

Putusan hakim ini lebih rendah dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dengan 13 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal dalam menjatuhkan vonis terhadap Andri.

Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak menunjang pemerintah dalam memberantas korupsi.

Berita Rekomendasi

Kemudian tindakan terdakwa mencoreng lembaga tinggi negara Mahkamah Agung (MA).

Sementara yang meringankan, belum pernah dihukum, berlaku sopan dalam sidang, mengakui perbuatannya, menyesali, dan berjanji tidak akan mengulanginya.

"Terdakwa juga masih memiliki tanggungan keluarga," kata Hakim John.

Menurut Hakim, Andri terbukti menerima suap sebesar Rp 400 juta.

Uang sebesar Rp 400 juta tersebut diberikan agar Andri mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi, dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.

Penundaan diharapkan agar putusan kasasi tersebut tidak segera dieksekusi jaksa dan memiliki waktu untuk mempersiapkan memori pengajuan peninjauan kembali (PK).

Kasus bermula saat Awang Lazuardi Embat yang merupakan pengacara Ichsan, menghubungi Andri dan meminta informasi terkait perkara kasasi Ichsan.

Dalam pembicaraan tersebut, Awang yang sudah kenal dengan Andri, kemudian meminta agar pengiriman salinan putusan kasasi ditunda.

Selain terbukti menerima suap, Andri juga terbukti bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta.

Pemberian uang Rp 500 juta tersebut diberikan Asep Ruhiat, seorang pengacara di Pekanbaru.

Asep menyampaikan kepada Andri bahwa ia sedang menangani beberapa perkara di tingkat kasasi atau peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.

Kemudian, pada 1 Oktober 2015, Andri bertemu Asep di Summarecon Mall Serpong.

Asep meminta Andri memantau perkembangan perkara yang sedang ia tangani.

Pada pertemuan tersebut, Andri menerima uang sebesar Rp 300 juta.

Selanjutnya, pada November 2015, bertempat di Summarecon Mall, Andri kembali menerima uang sebesar Rp 150 juta dari Asep.

Selain itu, Andri juga menerima uang dari pihak lain yang berperkara di tingkat kasasi dan PK yang jumlahnya mencapai Rp 50 juta.

Penyidik KPK menemukan uang Rp 500 juta di dalam tas koper biru yang disimpan di dalam kamar tidur Andri.

Uang tersebut disita saat Andri ditangkap dalam kasus suap.

Atas perbuatannya, Andri dinilai melanggar Pasal 12 huruf a dan B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas