Soal Tunjangan, Anggota Komisi X DPR Akui Data Guru Bersertifikasi Tidak Akurat
Kementerian Keuangan berencana memangkas tunjangan profesi guru sebesar Rp 23,4 triliun dalam APBNP 2016.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan berencana memangkas tunjangan profesi guru sebesar Rp 23,4 triliun dalam APBNP 2016.
Anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana mengungkapkan penghematan tersebut bersifat penyesuaian atas kebutuhan riil tunjangan profesi guru.
Sebab, sejumlah guru bersertifikasi telah memasuki usia pensiun.
"Tentunya ada ketidakakuratan perhitungan jumlah guru yang akan disertifikasi tahun ini," kata Dadang melalui pesan singkat, Jumat (26/8/2016).
Dikatakannya, pemangkasan tersebut tidak akan mengganggu tunjangan profesi guru.
Komisi X, kata Dadang, akan terus mengevaluasi akurasi data guru yang disertifikasi tersebut.
Dalam sejumlah kunjungan ke daerah, Dadang menuturkan adanya perbedaan data antara Kemendikbud dengan daerah.
"Ini tentunya sering berdampak pada mengendapnya dana di kas daerah," imbuhnya.
Politikus Hanura tersebut mencontohkan pada tahun 2015 terdapat dana sekitar Rp 19 triliun yang mengendap di kas daerah.
Temuan itu kemudian dievaluasi Komisi X DPR dengan membentuk Panja Guru dan Tenaga Pendidikan.
"Agar masalah data dan kebutuhan guru ini terawasi dengan baik," ujarnya.
Ia mengatakan dana tunjangan tersebut tidak dipotong.
Pemangkasan anggaran dikarenakan adanya guru yang sudah pensiun dan yang belum disertifikasi tetapi masuk dalam daftar penerima.
"Tentu kita akan cocokan data dari kemendikbud yang membenarkan adanya pemotongan dengan data yang ada di daerah," kata Dadang.
Ia meminta pemotongan anggaran jangan berdampak pada tidak dibayarkannya tunjangan guru karena salah menganalisa data.
Karenanya, jumlah guru yang disertifikasi perlu didata ulang.
Terutama setelah ada syarat bahwa pencairan sertifikasi bagi guru honor yang mengajar di sekolah milik pemerintah disyaratkan SK Bupati.
"Banyak guru yang tidak bisa memenuhi itu, karena rata-rata bupati tidak mau membuat SK, sehingga tunjangannya tidak bisa dicairkan," katanya.