Pimpinan KPK Kabulkan Permohonan Justice Collaborator Terdakwa Damayanti
Damayanti, mantan politikus PDI Perjuangan ini diketahui mengajukan diri menjadi JC pada 24 Januari 2016 lalu.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pimpinan KPK mengabulkan permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan terdakwa Damayanti Wisnu Putranti.
Sikap pimpinan KPK tertuang dalam surat yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
Damayanti, mantan politikus PDI Perjuangan ini diketahui mengajukan diri menjadi JC pada 24 Januari 2016 lalu.
Dengan dikabulkannya permohanan JC tersebut, menjadi pertimbangan yang meringankan bagi Damayanti.
"Ditetapkan sebagai JC pada 19 Agustus 2016 karena memberikan keterangan dan bukti signifikan, sehingga membantu penyidik mengungkap pelaku lain," kata Jaksa KPK Iskandar Marwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (29/8/2016).
Kasus Damayanti menjadi pintu masuk sejumlah tersangka lain, diantaranya anggota Komisi V DPR dari Fraksi Golkar, Budi Supriyanto dan Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.
Keduanya telah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu. Budi sudah diseret ke meja hijau.
Sementara Amran baru dijebloskan ke tahanan.
Sementara itu, Damayanti menerima tuntutan enam tahun penjara ini.
Dia pun menyampaikan rasa terima kasih lantaran permohonannya sebagai JC telah dikabulkan Pimpinan KPK, Agus Rahardjo Cs.
"Saya cuma mau ucapkan terima kasih saja karena JC saya sudah di- acc (disetujui). Itu apa yang saya lakukan berarti dihargai oleh JPU, pimpinan KPK, para penyidik, terima kasih atas semuanya," kata Damayanti.
Jaksa KPK menuntut hukuman pidana penjara enam tahun bui dan denda Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan penjara kepada mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Terdakwa perkara dugaan suap proyek pembangunan jalan milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tersebut, dinilai pantas untuk dicabut hak dipilihnya sebagai wakil rakyat selama lima tahun.
Dia sebelumnya didakwa menerima suap sebesar Rp8,1 miliar dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir untuk proyek pelebaran Jalan Thero-Laimu dan kagiatan pekerjaan konstruksi Jalan Werinama-Laimu, Maluku senilai Rp41 miliar.
Damayanti dinilai melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberentasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.