Kementerian Kesehatan Harus Siaga Penyebaran Virus Zika dari Singapura
"Karena virus ini medianya sama dengan nyamuk aides aegypti, nyamuk yang membawa wabah DBD dan juga berpontensi menyebabkan virus zika,"
Penulis: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan harus melakukan pemetaan wilayah endemik Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia.
Selain itu, Kementerian Kesehatan pun harus melakukan tindakan-tindakan preventive untuk mengatasinya.
Hal tersebut penting dilakukan sebagai langkah waspada pemerintah Indonesia terhadap penyebaran virus zika yang menyerang 41 orang di Singapura baru-baru ini.
"Dengan begitu kita dapat membatasi perkembangan virus zika."
"Karena virus ini medianya sama dengan nyamuk Aedes aegypti, nyamuk yang membawa wabah DBD dan juga berpontensi menyebabkan virus zika," kata Amelia Anggraini dalam keterangannya, Rabu (31/8/2016).
Diingatkannya, pemerintah harus siaga dalam mencegah penyebaran virus zika dari Singapura.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem ini mengatakan Kementerian Kesehatan harus punya langkah-langkah preventif sepeti memberdayakan kader Posyandu.
"Perluas cakupan komunikasi informasi, edukasi dan promotif. Mengingat kewaspadaan infeksi virus zika ini penting," katanya.
Sebelumnya Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengungkapkan Pemerintah sudah mewaspadai penyebaran virus zika.
Pengawasan dilakukan terhadap wisatawan asing yang datang ke Indonesia atau WNI yang pulang dari luar negeri.
"Kita sudah membuat pintu di bandara, di pintu masuk," ujar Nila di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Jika ada yang demam, Nila mengatakan pihaknya sudah meminta kantor kesehatan pelabuhan (KKP) untuk meminta screening.
Jika positif demam, Maka kata Nila, darah dari pasien yang demam tersebut akan diambil dan mengisi kartu alert atau kartu kewaspadaan.
Nila mengatakan, hingga kini laporan yang ia terima terkait virus zika yang masuk ke Indonesia tidak banyak.
Kasus dugaan virus zika yang diidap warga Suku Anak Dalam di Jambi pun kata Nila tidak begitu banyak.
"Saya tidak bisa tepatnya, yang di anak suku dalam saya bicara dengan penelitinya, hanya satu atau berapa. Tidak sampai puluhan. Sampai saat ini laporan yang ke kami tidak banyak," ucap Nila.