Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pelaku Prostitusi Anak untuk Gay Dijerat Pasal Berlapis

AR dikenakan pasal berlapis, antara lain UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pelaku Prostitusi Anak untuk Gay Dijerat Pasal Berlapis
KOMPAS IMAGES
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Bareskrim Polri mengincar sindikat perdagangan anak laki-laki untuk kaum penyuka sesama jenis.

Saat ini, polisi baru menangkap AR (41) yang diduga hanya satu dari sekian orang mucikari yang menawarkan jasa anak laki-laki untuk pelanggannya yang juga laki-laki.

Saat dilakukan tangkap tangan, AR tengah bersama delapan korbannya yang menanti janji bertemu dengan pelanggan.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, AR dikenakan pasal berlapis.

Pertama, AR dijerat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena melakukan perdagangan orang melalui Facebook.

Ancaman hukumannya paling lama enam tahun dan dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.

"Kemudian juga tentang Undang-undang Perlindungan Anak yang baru disahkan kemarin," ujar Agung, di Bareskrim Polri, Rabu (31/8/2016).

Berita Rekomendasi

Peraturan yang dimaksud yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-undang ini kerap disebut Perppu kebiri. Di dalamnya terdapat poin yang menyatakan adanya pemberatan hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual.

Salah satunya dengan kebiri kimiawi.

Polisi juga menganggap pelaku melakukan pencucian uang karena meraup banyak keuntungan dari tindak pidananya.

Dalam menjalankan bisnisnya, AR dipastikan tidak sendirian. Pasalnya, korban AR mencapai 99 orang dengan usia sekitar 15-16 tahun.

Ia diyakini tergabung dalam jaringan yang menyediakan anak laki-laki di bawah umur untuk dijajakan khusus kepada penyuka sesama jenis.

Sampai saat ini, baru terpetakan sebagian besar korban berasal dari Jawa Barat.

"AR sebagai penyedia tidak sendirian, mereka saling mengisi. Kalau ada yang perlu yang seperti ini, kalau tidak ada, akan diambil dari tempat lain," kata Agung.

Selain itu, AR juga melanggar UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 bulan.

Serta Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman penjara paling singkat dua tahun dan paling lama lima tahun.

Bagi AR, hukuman pidana penjara bukan hal yang baru.

Agung mengatakan, AR baru bebas sekitar enam bulan yang lalu setelah dipenjara selama 2,5 tahun.

Kasusnya terdahulu tak jauh berbeda dengan kasus yang sekarang. Bedanya, dulu, ia menjajakan perempuan untuk budak seks.

Ancaman pidana

Tak hanya pelaku yang mempertanggungjawabkan kasus prostitusi anak untuk penyuka sesama jenis ini.

Polisi akan mengembangkan kasus ini untuk mengincar para pengguna jasa tersebut.

Pengguna jasa anak-anak tersebut bisa dikenakan Undang-Undang Perlindungan Anak.

Agung menegaskan bahwa eksploitasi anak untuk pemuas seksual merupakan satu tindak kejahatan.

"Nanti kami kembangkan siapa yang menggunakan. Anak harus dilindungi, jangan dianggap suka sama suka lalu diabaikan," kata Agung.

AR diperkirakan telah menjalankan bisnisnya selama setahun. Namun, belum dapat dipastikan bagaimana cara AR merekrut korbannya.

Begitu pula dengan jumlah pelanggan yang telah menggunakan jasanya sebagai mucikari.

Pemulihan korban

Dalam penanganan kasus ini, pihak kepolisian membagi tugasnya ke Kementerian Sosial dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Polisi khusus menangani pelakunya, sementara Kemensos dan KPAI bertanggung jawab memulihkan kondisi psikologis para korban.

Untuk mencari informasi awal, polisi telah memintai keterangan para korban untuk membongkar pelaku lainnya.

Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengakui bahwa kasus semacam ini pertama kalinya ditangani kepolisian.

"Khusus untuk eksploitasi anak semacam ini dengan menggunakan fasilitas cyber, ini baru pertama kalinya," kata Ari.

Setelah itu, korban akan diperiksa oleh tenaga media untuk dilihat kondisi kesehatannya.

Dikhawatirkan para korban terpapar penyakit menular seksual dari pelanggan mereka.

Kemudian, untuk penanganan psikologisnya, akan diserahkan ke Kementerian Sosial.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, selama proses pemulihan dilakukan, para korban juga akan didampingi orangtua mereka.

"Mudah-mudahan tidak ada terindikasi kemungkinan drug user atau penyakit kelamin. Tugas kami siap melakukan proses itu terhadap korban anak," kata Khofifah.

Khofifah mengatakan, yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap anak adalah orangtuanya sendiri. 

Oleh karena itu, perlu kewaspadaan tinggi orangtua terhadap anaknya. Kurangnya pendampingan orangtua membuat anak tersebut bertindak semaunya untuk memenuhi kebutuhannya.

Khofifah meyakini latar belakang korban menyanggupi pekerjaan ini lantaran tergiur dengan hasil yang akan didapatkan.

"Biasanya yang seperti ini berlatar belakang ekonomi. Mereka bisa cepat ganti tas, t-shirt, dan sebagainya," kata Khofifah.

Padahal, dari tarif Rp 1,2 juta yang dikenakan kepada pelanggan, masing-masing anak hanya menerima bagian Rp 100-150 ribu saja.

Proses terapi psikologi dianggap penting karena korban pasti mengalami traumatis selama dipekerjakan sebagai budak seks.

Jangan sampai kejadian ini membekas hingga anak tersebut dewasa.

Hal terburuk yang bisa terjadi nantinya adalah mata rantai ini terus berjalan, semula korban menjadi pelaku.

"Yang seringkali muncul, mereka (korban kejahatan seksual) tidak sempat dapet terapi. Itu yang memungkitkan memori terpanggil kembali," kata Khofifah.

Oleh karena itu, mata rantai perdagangan seks di bawah umur harus diputus.

Para korban harus dijauhkan sepenuhnya dari pelaku, dari komunitas yang buruk, dan godaan kawan untuk kembali ke perbuatan tersebut.

"Tidak hanya mengamankan anak, kejahatan kepada anak dan dewasa penindakannya harus keras," kata dia.

Penulis: Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas