Kepada Jokowi, Mahasiswa yang Kuliah di China Ini Keluhkan Sulitnya Jadi Dokter di Indonesia
Ariawan, mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi kedokteran mengeluhkan banyaknya kesulitan jika ingin mengabdi di Indonesia
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, SHANGHAI - Ariawan, mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi kedokteran mengeluhkan tentang kesulitan yang dihadapinya bila akan mengabdi sebagai dokter di Indonesia.
Kepada Presiden Jokowi yang sedang berkunjung ke China, ia mengaku mengalami kesulitan karena banyaknya aturan yang dihadapi oleh lulusan fakultas kedokteran dari perguruan tinggi di luar negeri.
Terhadap permasalahan tersebut, Presiden menjelaskan bahwa dirinya telah mengetahui masalah yang dihadapi oleh mahasiswa kedokteran yang menimba ilmu di luar negeri.
"Masalah kedokteran tidak hanya urusan mahasiswa di sini (Tiongkok). Saat berkunjung ke Rusia keluhannya sama, Amerika Serikat sama. Bukan aturan yang ada di pemerintah. Aturan ini yang banyak dari organisasi. Inilah yang baru dalam proses dan akan kita selesaikan," imbuh Presiden.
Diaspora Indonesia
Indah, warga Aceh yang tengah menempuh studi jurnalistik komunikasi meminta nasihat Presiden jika dirinya kelak kembali ke Indonesia.
"Mahasiswa kalau pulang, ya pulang saja," jawab Presiden.
Tentunya bagi mereka yang tengah menimba ilmu maupun bekerja di luar negeri, jika ingin kembali dan bekerja di Indonesia harus mempersiapkan keahlian dan keterampilan dalam mengelola berbagai hal.
"Kalau yang di sini, misalnya sudah bekerja di Alibaba. Pulang ke Indonesia buatlah Alibaba Indonesia," kata Presiden.
Presiden menceritakan saat dirinya berkunjung ke Silicon Valley di mana terdapat 70 warga Indonesia yang bekerja di Google.
Ketika itu mereka menanyakan kepada Presiden mengenai hal-hal yang dapat mereka lakukan di Indonesia nanti.
"Kamu pulang buat Google Indonesia sehingga kita punya platform sendiri," ucap Presiden.
Bagi warga Indonesia yang tinggal di Tiongkok, Presiden berharap agar mereka mempelajari bagaimana negara Tirai Bambu ini dapat berkembang dengan sangat cepat.
"Di sini harus apa dan ngapain? Kenapa mereka bisa mengerjakan rel kereta api setahun sejauh 2.000 kilometer?" pikir Presiden.
Sebelumnya, Presiden mengungkap bahwa Indonesia baru saja akan membangun kereta cepat Jakarta-Bandung sejauh 140 kilometer. Namun yang terjadi malah kegaduhan yang timbul.
"Dua tahun yang lalu di Tiongkok terdapat 18.000 kilometer rel kereta api. Sekarang sudah 21.000 kilometer. Kita 140 kilometer sudah ramai. Ramai debatnya, bukan ramai kerjanya," jelas Presiden.
Lebih lanjut, Presiden berharap agar keahlian yang dimiliki diaspora Indonesia mampu bermanfaat bagi negara.
"Jangan diisi orang lain. Keahlian yang spesifik dan sulit kita isi sendiri," kata Presiden.