Kisah Sang Bupati Kebelet Naik Haji Justru Ditangkap KPK
Tim KPK baru menangkap ketiga orang tersebut setelah pengajian selesai dilaksanakan.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan, Yan Anton Ferdian dan istri tercinta, Vinita Citra Karini, dipastikan batal melaksanakan ibadah haji pada tahun ini.
Sebab, pihak KPK menangkap sang bupati lantaran uang sekitar Rp1 miliar yang dipakainya untuk biaya haji tersebut berasal dari uang suap.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Banyuasin dkk di kantor KPK, Jakarta, Senin (5/9/2016).
"Jumlah yang diminta YAF Rp1 miliar itu, terdiri dari Rp531.600.000 sudah ditransfer ke PT TB (Turisima Buana) untuk pembayaran naik haji berdua, suami-istri. Kemudian, dia juga sudah tanyakan kira-kira berapa biaya yang diperlukan di sana (Tanah Suci), yaitu yang uang 11.200 Dollar AS atau setara Rp150 juta dan Rp299.800.000 yang rencananya akan dipakai di sana," ujar Basaria.
"Kalau dijumlah itu hampir Rp 1 miliar. Jadi, jumlahnya itu sudah hampir sama dengan permintaan dia, Rp1 M," katanya.
Basaria menceritakan, awalnya sebulan lalu sang bupati membutuhkan dana cepat untuk keperluannya dan istri melaksanakan ibadah haji plus pada 6-22 September ini.
Lantas, sang bupati menghubungi anak buahnya, Kasubag Rumah Tangga Bagian Umum Sekretariat Daerah Pemkab Banyuasin, Rustami, dan menyampaikan kebutuhan dana tersebut.
Dia memerintah Rustami untuk bekerjasama dengan Kepala Dinas Pendidikan-nya, Umar Usman, untuk mencarikan dana tersebut.
Sang bupati sampai 'mencolek' kepala dinas pendidikan lantaran mengetahui betul ada dana dari proyek pendidikan yang bisa 'dimainkan' dengan pihak swasta.
Pun demikian kepala dinas pendidikan tahu ada proyek tersebut. "Jadi, ini semacam ijon," jelasnya.
Mendapat perintah dari bupati, Umar Usman selaku Kepala Dinas Pendidikan mengajak Kepala Seksi Pembangunan Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Bidang Program dan Pembangunan Dinas Pendikan, Sutaryo, untuk menghubungi seorang pengusaha setempat, Zulfikar Muharrami selaku Direktur CV Putra Pratama.
Gayung bersambut, si pengusaha bersedia menyediakan dana Rp 1 miliar untuk sang bupati.
Sebagai imbalannya, si pengusaha akan mendapatkan proyek saat ada pengadaan dari Dinas Pendidikan nanti.
Selain memerintahkan kedua kepala dinas, Yan Anton Ferdian selaku bupati juga memerintah orang kepercayaannya, Kirman, sebagai pengepul dana dari pengusaha, Zulfikar.
Sebelum itu, Kirman memang sudah biasa menjadi penghubung ke pengusaha saat pejabat-pejabat Pemkab Banyuasin memerlukan dana.
Pemberian dana Rp1 miliar kepada Kirman sebagaimana perintah sang bupati dilakukan dalam tiga tahap.
Pengiriman dana Rp299,8 juta ke bupati dilakukan pada 1 September 2016.
Pengiriman dana kedua sebanyak 11.200 Dollar AS atau setara Rp150 juta dilakukan pada 2 September 2016.
Keesokan harinya, Kirman yang telah mendapat dana Rp531,8 juta dari Zulfikar langsung mentransfernya ke rekening PT Turisima Buana untuk pembayaran ibadah haji sang bupati dan istri.
Setelah mengetahui adanya sejumlah bukti transaksi dan percakapan di antara pihak-pihak tersebut, Tim Satgas KPK menggelar OTT terhadap mereka pada Minggu (4/9/2016) keesokan harinya.
Enam orang ditangkap di empat lokasi dalam operasi KPK kali ini.
Mulanya, Kirman yang berperan sebagai pengepul dana dan orang kepercayaan bupati ditangkap di rumahnya pada pukul 07.00 WIB.
Pukul 09.00 WIB, Tim bergerak ke rumah Sutaryo selaku Kepala Seksi dan menangkapnya.
Pada saat bersamaan, ada Tim terpisah yang bergerak ke rumah dinas bupati untuk melakukan penangkapan.
Dan diketahui, di rumah tersebut juga ada dua sasarannya yakni Umar Usman selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Rustami selaku Kasubag Rumah Tangga.
Tapi, tim KPK tidak langsung melakukan penangkapan terhadap ketiga sasarannya itu.
Sebab, saat itu di rumah Yan Anton Ferdian sedang digelar acara Walimatus Safar atau pengajian dalam rangka keberangkatan hajinya.
Tim KPK baru menangkap ketiga orang tersebut setelah pengajian selesai dilaksanakan.
"Jadi, dalam hal ini petugas KPK menunggu dulu sampai acara pengajiannya selesai," tandasnya.
Selain itu, ada tim lain dari KPK yang bergerak untuk melakukan penangkapan terhadap Zulfikar selaku pengusaha pemberi dana kepada sang bupati. Rupanya, dia berada di Jakarta.
"Pada yang sama, tim KPK mengamankan ZM selaku Direktur CV PP sekitar pukul 12.00 WIB, di sebuah hotel kawasan Mangga Dua Jakarta," katanya.
Dari beberapa lokasi penangkapan tersebut, Tim menemukan sejumlah barangn bukti dugaan praktik suap sang bupati.
Dari rumah Kirman selaku pengepul dana ditemukan bukti transfer Rp531,8 juta untuk dana biaya haji Yan Anton Ferdian dan istri.
Dari rumah dinas bupati Yan Anton ditemukan uang sebanyak Rp 299,6 juta dan 200 ribu Dollar AS atau setara Rp150 juta.
Lucunya, rupanya penyidik KPK juga menemukan uang Rp50 juta saat menangkap Sutaryo selaku Kepala Seksi Pembangunan di rumahnya.
Rupanya, uang tersebut adalah bonus dari Zulfikar atas perannya membantu pencarian dana untuk bupati.
"Jadi, STY ini minta bonusnya dari dana yang dapat Rp1 M itu," ujarnya.
Selanjutnya, keenam orang tangkapan KPK itu dibawa ke Mapolda Sumsel untuk dilakukan pemeriksaan awal.
Dan mereka baru dibawa petugas dengan pesawat menuju kantor KPK di Jakarta pada malam hari.
Kini, keenam orang tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pengusaha Zulfikar Muharrami ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap ke penyelenggara negara.
Dia terancam pidana penjara paling cepat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda Rp50 juta sampai Rp250 juta.
Sementara, Yan Anton Ferdian, Rustami, Umar Arsam, Sutaryo dan Kirman disangkakan dengan pasal sebagai penerima suap.
Yan Anton selaku bupati atau penyelenggara negara yang menerima suap terancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda Rp200 juta sampai Rp1 miliar.
Niat Yan Anton Ferdian, bupati yang masih berusia 32 tahun, untuk melaksanakan ibadah haji pada tahun dipastikan gagal.
Justru, gara-gara menggunakan uang suap untuk melaksanakan rukun Islam kelima tersebut dirinya harus menjalani proses hukum dan menjalani hukuman di penjara.
Saat digelandang penyidik ke dalam kantor KPK pada Minggu (4/9/2016) malam, Yan Anton hanya bisa menyesali perbuatannya. Ia mengaku hilaf dan bersalah karena melakukan praktik haram itu.
"Saya salah dan saya hilaf. Saya mohon maaf," ucap Yan saat digelandang petugas KPK.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.