Ketua Komisi IX Minta Pemerintah Buat Website Khusus Penjelasan Obat
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah membuat website terkait obat-obat yang beredar di masyarakat
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah membuat website terkait obat-obat yang beredar di masyarakat, guna pencegahan obat ilegal atau tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan, pemerintah perlu membuat website khusus yang mudah diakses oleh masyarakat untuk mengetahui jenis-jenis obat, apakah telah kegunaannya, efek sampingnya, dan telah terdaftar atau belum di BPOM.
"Harus ada website khusus dari pemerintah, jangan website yang dibuat oleh publik, di website dijelaskan mengenai obat itu, sudah terdaftar atau belum," ujar Dede dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (10/9/2016).
Dede melihat, saat ini banyak penjualan obat secara online dan telah dijelaskan manfaat dari produk tersebut, akan tetapi di situs tersebut tidak dicantumkan obat itu telah terdaftar di BPOM atau tidak.
"Misalnya obat kuat di online, kuat 'nyangkul' sampai tiga malam, tapi telah terdaftar atau tidak, itu tidak dicantumkan," ucapnya.
Selain pembuatan website, Dede juga meminta BPOM untuk mengganti nomor telepon layanan bebas pulsanya bagi masyarakat yang ingin menanyakan keaslian obat-obat yang didapatkannya.
"BPOM itu ada layanan bebas pulsa, masyarakat jangan sungkan untuk menghubungi BPOM, tapi kalau bisa nomornya jangan terlalu panjang agar mudah dingat, saat ini nomornya yang bebas pulsa 1500533, dipersingkat misalnya jadi 15001," tutur Dede.
Menanggapi perbuatan website, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan, BPOM sudah memiliki website terkait produk obat yang telah teregistrasi dan bahkan telah memiliki aplikasi mobile yang dapat diunduh oleh masyarakat di www.pom.go.id.
"Ke depan kami akan lebih menyosialisasikan website kami, di web ini terdapat pemberitahuan obat-obat yang sudah mempunyai izin edar dan ada pemberitahuan public warning," tutur Penny.