Respons Politikus Golkar Terkait Menangnya Kasus 'Papa Minta Saham' di MK
Diketahui, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto terkait penafsiran 'pemufakatan jahat'
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik (ITE) yang baru selesai dibahas Komisi I, memasuki babak baru.
Bukan hanya sekadar harmonisasi dengan KUHP, atau revisi pasal karet yang memakan banyak korban, tetapi juga melindungi hak privasi masyarakat secara lebih bertanggungjawab.
Anggota Komisi I DPR RI, Bobby Adhityo Rizadi mengatakan, setelah hasil final MK ini, diluar perangkat hukum dan intelijen negara dilarang keras melakukan penyadapan dan rekaman ilegal pribadi yang disebar.
"Keputusan MK ini tidak hanya untuk Setnov, tapi privasi publik menjadi terlindungi secara konstitusional," kata Bobby melalui pesan singkatnya, Sabtu (10/9/2016).
Politikus Golkar itu mengatakan, hal ini lah yang menjadi babak baru revisi UU ITE, dimana sekarang hak privasi masyarakat terlindungi, sebagai jawaban atas kekhawatiran banyak pihak atas pasal karet di UU ITE.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto terkait penafsiran 'pemufakatan jahat' dan rekaman dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla terkait permintaan saham PT Freeport.
MK memutuskan, makna pemufakatan jahat yang diatur dalam UU Tipikor multitasir, sedangkan rekaman yang dijadikan alat bukti atas dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden tidak sah karena tidak dilakukan aparat penegak hukum.