Jaksa KPK Pastikan Panitera yang Disuap Saipul Jamil Tak Mungkin Lompat Bunuh Diri
Kecil kemungkinan Rohadi melakukan upaya bunuh diri dengan cara melompat dari lantai sembilan.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK)yang menangani perkara kasus terdakwa Rohadi, bakal mempertimbangkan permintaan pemindahkan ruang tahanan yang lebih nyaman.
Namun Jaksa tak bisa memastikan kapan terdakwa kasus dugaan suap meringankan vonis kasus pencabulan penyanyi dangdut Saipul Jamil ini akan dipindahkan.
Jaksa Kresno Anto Wibowo mengatakan, pihaknya menjamin pengamanan di rutan KPK telah dijaga dengan ketat. Sehingga kecil kemungkinan Rohadi melakukan upaya bunuh diri dengan cara melompat dari lantai sembilan.
"Temboknya sangat tinggi, jadi tidak mungkin lompat kecuali ada tali," kata Kresno dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (13/9/2016) kemarin.
Sementara itu, penasihat hukum Rohadi, Alamsyah Hanafiah menyatakan, kecemasan kliennya itu mulai muncul ketika KPK menjadikan Rohadi sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang.
Sejak saat itu, Rohadi kehilangan nafsu makan. Bahkan tak jarang, mantan panitera yang juga bertugas di Pengadilan Negeri Bekasi itu baru bisa tidur pukul lima pagi.
Menurut Alamsyah, terdapat sejumlah alasan yang membuat Rohadi cemas dan takut selama berada di rutan KPK.
"Rohadi ini takut kalau anaknya atau keluarganya dilibatkan juga sebagai tersangka. Dia takut enggak bisa bertemu lagi," kata Alamsyah.
Mantan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara ini juga khawatir apabila dikenai dakwaan soal pencucian uang dan gratifikasi.
Sebab hal itu akan memakan waktu lama karena sidang dilakukan berulang kali. Hal ini tentu akan semakin membuat Rohadi tertekan.
Rohadi juga cemas lantaran tak kunjung diberikan berita acara penyitaan oleh KPK.
Dia belum bisa mengetahui aset mana saja miliknya yang disita atau tidak oleh KPK. Padahal, menurut Alamsyah, tak seluruh aset yang dimiliki Rohadi berasal dari uang suap yang diterima.
"Kalau ada aset yang tidak terkait kasus, kan bisa dia jual untuk ongkos. Sekarang dia tidak punya uang sama sekali, jadi tidak bisa berbuat apa-apa," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Rohadi sudah mengalami stres ketika pertama kali ditangkaptangan KPK beberapa bulan lalu.
Apalagi setelah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani penyidikan, dia merasa bersalah kepada keluarganya. Dia takut, KPK turut menyeret keluarganya dalam kasus ini.
"Dia merasa bersalah (atas kasus ini). Dia merasa dihantui bahwa keluarganya dikejar-kejar oleh KPK," kata Alamsyah.
Depresi yang dialami Rohadi juga membuat Alamsyah meminta agar Majelis Hakim yang diketuai Sumpeno itu memberi rekomendasi izin kepada klienya berobat dan menjalani perawatan.
Sebab, dokter pada KPK sudah merekomendasikan adanya pengobatan untuk sakit yang diderita.
Sumpeno selaku Ketua Majelis Hakim mempertimbangkan permintaan itu. Tak terkecuali keinginan pihak Rohadi untuk pindah tempat penahanan.
Diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa Rohadi menerima suap dari pihak Saipul Jamil.
Rohadi didakwa menerima duit haram Rp 50 juta terkait penunjukkan Majelis Hakim yang menangani perkara Saipul dan Rp 250 juta berkenaan dengan vonis ringan yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada Saipul.
Jaksa menjelaskan, Rohadi menerima duit Rp 50 juta dari Berthanatalia Ruruk Kariman, selaku pengacara Saipul.
Duit ditujukan agar Rohadi menjadi perantara kepada Ketua PN Jakut, Lilik Mulyadi untuk penunjukkan susunan Majlis Hakim yang menangani perkara Saipul dalam dugaan pelecehan seksual pria di bawah umur.
Susunan Majelis Hakim akhirnya disusun, terdiri dari Ifa Sudewi selaku Ketua serta beranggotakan Hasoloan Sianturi, Dahlan, Sahlan Efendy, dan Jootje Sampaleng.
Kemudian uang Rp 250 juta diberikan Bertha kepada Rohadi untuk diteruskan kepada Ifa.
Tujuan pemberian uang ini untuk mempengaruhi Majelis Hakim yang dipimpin Ifa agar menjatuhkan vonis ringan kepada Saipul.
Atas perbuatan tersebut, Jaksa mendakwa Rohadi melanggar Pasal 12 huruf a subsider Pasal 11 dan Pasal 12 huruf c subsider Pasal 12 huruf b lebih subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.