Lemah, Landasan Hukum Penetapan Gubernur Nur Alam Jadi Tersangka
Ada aspek yang diabaikan oleh penegak hukum yakni pengabaian soal kebijakan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Landasan hukum penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka terkait izin tambang dinilai lemah.
Alasannya, ada aspek yang diabaikan penegak hukum dalam hal ini KPK yakni pengabaian persoalan mengenai kebijakan.
"Saya melihat dalam kasus tersebut para pihak yang meminta izin tidak memperhatikan tata kelola pemerintahan yang baik, ujar Pakar Hukum Tambang Universitas Al Azhar Jakarta Suparji dalam pernyataannya, Rabu(14/9/2016).
Sehingga lanjut Suparji, ketika permasalahan berasal dari praktik administrasi yang tidak sesuai dengan pemerintahan yang baik maka penyelesaiannya bukan di peradilan korupsi.
Apabila permasalahannya pada kebijakan maka seharusnya diproses ke PTUN bukan ke Tipikor kata Suparji.
"Pada prinsipnya kebijakan yang tidak sesuai dengan prinsip tata pemerintahan harus di PTUN-kan agar bisa diperoleh keadilan,"katanya.
Menurut Suparji konsekuensi lebih lanjut dari proses hukum di tipikor adalah seluruh permasalahan penyalahgunaan wewenang yang disebabkan oleh tidak ditaati prinsip tata pemerintahan yang baik harus dipidanakan.
Hal senada juga diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis yang menyebutkan bahwa para pembuat kebijakan seperti izin reklamasi, dan izin penjualan konsentrat harus dipidanakan.
KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka atas dugaan melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan nikel di dua kabupaten di Sulawesi Tenggara selama 2009 hingga 2014.
Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang sehingga memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi, dengan menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Selain itu, penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Penyidik KPK menduga Nur Alam menerima pemberian dari pihak swasta dalam setiap penerbitan izin pertambangan yang dikeluarkan tanpa mengikuti aturan yang berlaku.