Pernah Bergulir Mosi Tidak Percaya Hingga Pelengseran Irman Gusman dari Kursi Ketua DPD
Irman Gusman ternyata pernah ingin dilenggerkan dari tampuk pimpinan di DPD RI.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
Terjadi perdebatan di bagian tatib yang mempersingkat masa jabatan pimpinan DPD hingga akhirnya diambil voting.
Dari 63 anggota DPD yang hadir, 44 orang setuju masa jabatan pimpinan DPD dipangkas.
Hanya 17 anggota yang mendukung masa kerja pimpinan DPD tetap lima tahun. Sementara dua anggota memilih abstain.
Kini Asri pun heran mengapa Irman dan Farouk bersikukuh tidak mau menandatangani tatib yang telah disepakati bersama itu.
Padahal, kata dia, tanpa tanda tangan pimpinan pun tatib tetap berlaku karena merupakan putusan paripurna.
Asri bersama 44 anggota lainnya yang sudah menyetujui masa jabatan pimpinan DPD dipangkas berencana melayangkan mosi tidak percaya terhadap Irman.
Asri tetap berharap agar Irman bersama dua wakilnya, yaitu Farouk Muhammad dan GKR Hemas, mau berbesar hati menandatangani tatib tersebut.
Dia membantah bahwa tatib itu sengaja ditujukan untuk menggoyang kursi ketiga pimpinan DPD saat ini.
Bahkan Sikap Irman Gusman dan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad yang meninggalkan ruang sidang paripurna DPD, Kamis (17/3/2016) malam, dikecam sejumlah anggota DPD.
Anggota DPD Benny Ramdhani menuturkan, sebelum sidang paripurna, telah disepakati untuk membentuk panitia khusus yang membahas persoalan revisi Tata Tertib DPD.
"Atas sikap Ketua DPD dan pimpinan DPD, maka kami dengan sadar 62 nama yang di awal mendukung Tatib (direvisi) akan menindaklanjuti dengan pernyataan mosi tidak percaya kepada pimpinan," kata dia.
Disisi lain Irman Gusman melawan dan menganggap ketentuan tersebut melanggar Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Hal tersebut disampaikan Irman dalam lampiran Surat Pimpinan DPD ke Pimpinan Badan Kehormatan DPD.
Dalam surat bernomor HM.310/211/DPD/III/2016 11 Maret 2016 tentang Tindak Lanjut Penandatanganan Tata Tertib DPD RI itu, Irman menegaskan bahwa ketentuan pemotongan masa jabatan menyimpang dari praktik ketatanegaraan yang diatur dalam UU MD3.