Peneliti LIPI: Resistensi Terhadap Petahana Sangat Tinggi di Pilkada DKI
"Di Jakarta sangat beda. Jauh sebelum ada pendaftaran, resistensi sudah luar biasa. Makanya ada anti-Ahok, Jaklovers, Asbak (Asal Bukan Ahok)"
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, seorang petahana yang betul-betul kuat adalah yang nyaris tak menerima resistensi dari masyarakat.
Sebut saja Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang, menurut Zuhro, sangat diterima publik untuk kembali memimpin.
Petahana yang kuat, kata Siti, membuat partai-partai tak mampu menghadirkan tandingan.
Sehingga seringkali pilkada di daerah yang bersangkutan hanya menyisakan calon tunggal. Calon kepala daerah boneka pun dimunculkan.
Semata-mata hanya agar pasangan calon kepala daerah tak tunggal. "Jadi ciri-ciri petahana yang mampu memunculkan calon tunggal, itu karena diterima," tutur Siti di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Namun, kondisi di DKI Jakarta berbeda. Siti melihat, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mendapat resistensi dari sejumlah warga. Resistensi tersebut hampir merata dan datang dari berbagai kalangan.
"Di Jakarta sangat beda. Jauh sebelum ada pendaftaran, resistensi sudah luar biasa. Makanya ada anti-Ahok, Jaklovers, Asbak (Asal Bukan Ahok)," ujarnya.
Ia menambahkan, tidak tertutup kemungkinan Ahok bisa tersalip pasangan gubernur DKI yang jadi lawannya, jika terus mempertahankan sikapnya.
Meskipun sejak awal sejumlah survei menunjukkan elektabilitas Ahok selalu di atas. Siti menilai empati Ahok tumpul dan menunjukkan seolah ia tak mendengar rakyat.
"Jangan tumpul. Dia butuh rakyat. Sekarang dia menuai hasilnya. Karena dia tidak mampu mendengar," sambungnya.
Begitu pula dengan isu Ahok melecehkan kitab suci Al Quran. Meski telah dibantah, namun isu agama merupakan isu sensitif. Terlebih Ahok berasal dari unsur non-muslim.
Ahok pun diminta untuk lebih memperhatikan sikapnya di mata publik. Sebab, menjadi seorang petahana memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya adalah sudah populer di mata publik, namun kekurangannya adalah harus berusaha untuk meyakinkan publik agar bisa terpilih kembali.
"Resistensi itu jangan dianggap sepele. Ketersinggungan politik itu luar biasa, lho," ujar Siti.
Penulis: Nabilla Tashandra