Reformasi Hukum Bergulir Sesuai Nawacita
Paket kebijakan reformasi ini akan diikuti paket-paket lain yang bersifat teknis serta detail, yang diluncurkan masing-masing kementerian dan lembaga
Editor: Yudie Thirzano
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Paket kebijakan reformasi hukum yang digulirkan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas Kabinet Kerja, Selasa (11/10/2016) barulah gong pembuka.
Tak beda dengan paket ekonomi, pencanangan program ini akan diikuti paket-paket lain yang bersifat teknis serta detail, yang diluncurkan masing-masing kementerian dan lembaga.
Dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Asep Rahmat Fajar, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) mengungkapkan Rapat Terbatas Kabinet Kerja itu membuktikan komitmen pemerintah untuk mewujudkan kepastian hukum di Indonesia.
Tiga hal prioritas pelaksanaan reformasi hukum yakni penataan regulasi untuk menghasilkan regulasi hukum yang berkualitas, reformasi kelembagaan penegak hukum, serta menumbuhkan pembudayaan hukum di masyarakat.
Khusus untuk penataan regulasi, berkaca dari paket kebijakan ekonomi, yang disisir oleh pemerintah adalah yang peraturan yang berada di bawah undang-undang.
“Peraturan Menteri, Peraturan Kapolri, dan peraturan lembaga-lembaga lain yang sifatnya teknis ini bisa langsung ditata, tanpa melibatkan pihak lain seperti legislatif,” kata Asep Rahmat Fajar, Rabu (12/10/2016) dalam #ForumPresidenRIgoid, sebuah diskusi media yang meghadirkan narasumber Kantor Staf Presiden dan jurnalis membahas isu-isu terkini.
Pada rapat kabinet itu, Presiden Jokowi mengingatkan agar jangan ada lagi aturan yang saling tumpang tindih atau overlapping.
“Di era kompetisi seperti sekarang ini, kepastian hukum merupakan suatu keharusan bagi sebuah negara agar mampu bersaing di tingkat regional,” kata Presiden Jokowi.
Jokowi menekankan bahwa Indonesia ialah negara hukum, bukan negara undang-undang atau negara peraturan.
Saat itu, Presiden mengingatkan bahwa orientasi setiap kementerian dan lembaga seharusnya bukan lagi memproduksi peraturan sebanyak-banyaknya. Namun, harusnya menghasilkan peraturan yang berkualitas. “Lahirkan peraturan yang melindungi rakyat dan tidak mempersulit rakyat, tapi justru mempermudah rakyat, memberi keadilan bagi rakyat, serta yang tidak tumpang tindih satu dengan yang lain," jelas Presiden.
Asep menekankan, dalam Nawacita setidaknya ada dua pasal yang tegas-tegas menjanjikan Reformasi Hukum. Pasal pertama menyatakan janji Presiden Jokowi agar negara hadir memberi perlindungan dan rasa aman bagi warga negara. Adapun dalam pasal keempat Nawacita diungkapkan janji untuk memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
Semua itu harus diturunkan dalam aturan yang lebih menyederhanakan dan memudahkan masyarakat. Dalam proses hukum soal bukti pelanggaran (tilang) polisi, misalnya. “Tidak seperti saat ini. Habis energi kita mengurus tilang. Dari pelanggar sampai penegak hukumnya,” kata Asep Rahmat Fajar.
Asep menegaskan, pembentukan satuan tugas (satgas) seperti Operasi Pemberantasan Pungli dan Penyelundupan bukan bermaksud untuk melemahkan kementerian atau lembaga yang ada. “Satgas itu dibentuk karena sifatnya lintas divisi. Ada masalah-masalah yang tak bisa dipecahkan oleh satu lembaga. Seperti penyelundupan, yang selain Bea dan Cukai juga melibatkan banyak instansi lainnya,” kata Asep Rahmat Fajar.