Arcandra Tahar Dinilai Tak Pantas Jadi Wakil Menteri ESDM
"Arcandra tidak punya itikad baik dalam hal kewarganegaraan Indonesia," kata Susi dalam sebuah acara seminar di Ancol.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, menilai Arcandra Tahar tidak memiliki itikad baik sebagai pejabat negara. Pernyataan tersebut menyusul kewarganegaraan ganda yang pernah dimilikinya, yaitu kewargaan Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
Ia sempat diberhentikan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) setelah ketahuan punya status seabgai warga AS. Namun Arcandra kembali diangkat sebagai Wakil Menteri ESDM pada Jumat (14/10/2016) kemarin setelah melepas kewarganegaraan AS dan mempertahanan statusnya sebagai warga negara Indonesia (WNI).
"Arcandra tidak punya itikad baik dalam hal kewarganegaraan Indonesia," kata Susi dalam sebuah acara seminar di Ancol, Jakarta Pusat, Sabtu (15/10/2016).
Menurut Susi, tak adanya itikad baik itu tampak dalam dua hal. Pertama ketika sudah mendapatkan kewarganegaraan Amerika, Arcandra tidak menyatakan telah menanggalkan status kewarganegaraan Indonesianya. Padahal, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, Dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia, disebutkan bahwa pihak yang sudah memiliki kewarganegaraan asing harus menanggalkan kewarganegaraannya dengan melapor ke perwakilan RI.
Dalam kasus Arcandra, ia tak melaporkan hal tersebut sehingga dirinya memiliki kewarganegaraan ganda.
"Ini salah satu kelemahan rezim kewarganegaraan kita, yaitu sangat mengandalkan pada kemauan perseorangan yang diwujudkan dalam bentuk laporan," kata Susi.
Kedua, ketika diminta menjadi menteri, Arcandra sudah memegang kewarganegaraan AS. Seharusnya ia melaporkan pada pihak pemerintah tentang statua kewarganegaraannya tersebut.
Menurut Susi, ketidaktahuan tak bisa menjadi alasan Arcandra untuk memegang kewarganegaraan ganda. Arcandra merupakan figur dengan tingkat intelektualitas tinggi yang seharusnya mampu bertanggungjawab.
Belakangan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menerbitkan Surat Keputusan (SK) untuk mengembalikan status Warga Negara Indonesia bagi Arcandra. Secara tidak langsung, pemerintah mengakui bahwa kewarganegaraan Indonesia Arcandra sebelumnya memang sudah hilang walau ia tidak melapor ketika menanggalkan status kewarganegaraanya itu dengan menjadi warga AS.
"Jadi, sudah Arcandra enggak punya itikad baik untuk menanggalkan kewarganegaraan Indonesianya. Kan simpang siur. Untuk menutupi itu maka dikeluarkanlah SK," tutur Susi.
Menurut pemerintah, Arcandra pantas diberikan kembali kewarganegaraan Indonesia karena memiliki keahlian di bidang khusus yang dapat bermanfaat bagi negara.
Namun dengan keputusan tersebut, pemerintah mengakui bahwa Arcandra sempat kehilangan status WNI-nya dan merupakan WN pada pelantikannya sebagai menteri.
"Kalau dikatakan punya kehalian dan sebagainya, itu harus melalui proses kewarganegaraan luar biasa dan prosesnya melewati campur tangan DPR."
Secara etik, Susi menilai Arcandra tak pantas dilantik menjadi Wamen ESDM.
"Syarat (menjadi) Presiden dan Wakil Presiden adalah WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri. Kenapa itu tidak diterapkan untuk menteri?" kata Susi.
Jabatan menteri dinilai sebagai jabatan publik dan memperjuangkan nasib publik. Posisi tersebut merupakan pejabat negara, dan memegang fungsi strategis.
"Maka seharusnya, menurut saya, syarat Presiden dan Wapres untuk kewarganegaraan juga berlaku pada pejabat negara lainnya," kata dia.
Kemarin, Presiden Joko Widodo melantik Ignasius Jonan sebagai Menteri ESDM. Sementara Arcandra Tahar dilantik sebagai Wakil Menteri ESDM. Arcandra pernah dilantik Jokowi saat reshuffle Kabinet Kerja jilid II sebagai menteri ESDM. Namun, baru 20 hari menjabat, Arcandra dicopot karena masalah kewarganegaraannya itu.
Penulis: Nabilla Tashandra