Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MKD Teliti Laporan 36 Anggota Komisi VI terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik Ade Komarudin

Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad memilih hati-hati menyikapi laporan 36 anggota Komisi VI DPR RI, terkait dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR Akom.

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
zoom-in MKD Teliti Laporan 36 Anggota Komisi VI terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik Ade Komarudin
dpr.go.id
Ketua DPR RI Ade Komarudin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad memilih hati-hati menyikapi laporan 36 anggota Komisi VI DPR RI, terkait dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR Ade Komarudin.

Ia memilih mendalami laporan secara teliti usai menerima laporan Komisi yang membidangi masalah badan usaha milik negara.

"Kami akan mendalami secara teliti, jangan sampai ada multitafsir," kata Dasco di ruang Mahkamah Kehormatan Dewan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (14/10/2016).

Dasco menerima laporan pada Kamis (13/10/2016) sore. Usai mendalami laporan, rencananya MKD akan menyusun agenda penanganan berupa pemanggilan pihak-pihak terkait.

Kendati mendalami laporan, Dasco mengaku MKD telah melayangkan surat agar permasalahan tersebut diselesaikan melalui musyawarah mufakat.

Apalagi, masalah rebutan BUMN antara Komisi VI dengan Komisi XI telah berlangsung lama.

Hingga kini baru sebatas Ketua DPR Ade Komarudin yang dilaporkan. Sementara empat wakil ketua parlemen tidak masuk dalam laporan 36 anggota Komisi VI DPR RI.

Berita Rekomendasi

"Baru Pak Akom tanpa empat wakilnya," ungkap Politikus asal Partai Gerindra ini.

Sebelumnya Sidik Pangarso, Anggota Komisi VI DPR RI melaporkan Akom ke MKD lantaran diduga menyalahi wewenang. Sidik datang ke MKD mewakili 36 anggota Komisi VI DPR RI.

Disebutkan dalam laporan yang dibawa Sidik, Akom diduga memberi persetujuan kepada Komisi XI DPR untuk menggelar rapat dengan sembilan direktur utama perusahaan BUMN.

Rapat itu berlangsung tanpa sepengatahuan dan restu Komisi VI DPR. Padahal, selama ini Komisi VI yang berwenang bermitra dengan BUMN.

Anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Golongan Karya, Bowo Sidik Pangarso menyebut tindakan Akom yang memberi persetujuan agar rapat BUMN dengan Komisi XI telah melanggar ketentuan.

"(Tindakan) itu tidak benar," katanya.

Bukan hanya itu, Akom juga diduga mengundang perusahaan pelat merah dengan pimpinan parlemen tanpa izin dari komisi VI. Perusahaan yang diundang adalah perusahaan yang mendapat dana.

Sembilan perusahaan yang diundang bertemu Akom antara lain PT Hutama Karya, Perum Bulog, PT Angkasa Pura, PT Wijaya Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Industri Kereta Api, PT Krakatau Steel, PT Perusahaan Listrik Negara, dan PT Jasa Marga.

Laporan Komisi VI DPR berjumlah 68 lembar disertai 70 lampiran. Ade diduga melanggar Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).

Ketua DPR RI Ade Komarudin yakin tak menyalahi aturan apa pun ketika memberikan izin kepada Komisi XI DPR untuk mengadakan rapat dengan beberapa perusahaan badan usaha milik negara (BUMN).

Rapat itu membahas Penyertaan Modal Negara (PMN). Sementara BUMN merupakan mitra kerja Komisi VI.

Ade menyebutkan, tindakannya berpegangan pada sejumlah peraturan, antara lain Undang-Undang tentang BUMN, Undang-Undang Keuangan Negara, Undang-Undang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

"Saya yakin bahwa yang saya lakukan dengan pimpinan lain semuanya memenuhi mekanisme yang berlaku sesuai UU yang ada," ujar Ade.

Polemik tersebut sudah dibahas pada rapat pengganti Badan Musyawarah (Bamus) yang menghasilkan kesimpulan bahwa dua komisi tersebut harus bicara dan menyelesaikannya.

"Tapi tidak ada ujung pangkalnya," kata politisi Partai Golkar itu.

Ade mengaku sempat didatangi delapan orang anggota Komisi VI. Mereka mendesak agar Ade mengeksekusi pemberian PMN cukup dengan keputusan Komisi VI.

Namun, saat itu Ade mengatakan masih menunggu Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan yang sedang ada tugas dinas.

Sepulangnya Agus dan Taufik, Ade menjelaskan duduk perkaranya. Ia pun menginginkan agar Komisi VI dan XI kembali duduk bersama.

"Keyakinan hukum saya, saya ingin akomodasi politik terhadap orang lain juga harus dilakukan. Tapi akomodasi politik tidak boleh kita langgar UU yang ada," katanya.

Setelah itu, Wakil Ketua Komisi XI Melchias Marcus Mekeng dan anggota Komisi XI Said Abdullah menemuinya. Kepada keduanya, Ade mengatakan, menyangkut PMN tak cukup UU BUMN yang dijadikan acuan, tetapi juga UU Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara.

Seusai pertemuan itu, Said menghubungi Sekretaris Menteri BUMN dan bertemu di ruangan Ade. Ternyata, Sesmen datang bersama perwakilan sejumlah BUMN. Namun, Ade mengaku tak tahu apakah BUMN yang hadir adalah penerima PMN atau bukan.

"Yang pasti penerima (PMN) cuma empat. Itu saya lihat lebih dari empat. Ya mungkin sekaligus ingin tahu perkembangannya gimana. Karena ini rentetan panjang," kata dia.

Beberapa BUMN tersebut meminta persetujuan pemberian PMN paling lambat 30 September. Sebab, mereka dikejar oleh jadwal perusahaan soal aksi korporasi.

Namun Ade menegaskan, hanya berpatokan pada satu syarat, yaitu keputusan yang diteken pemerintah adalah keputusan yang bulat.

"Tak ada celah sedikit pun sehingga orang bisa menyalahkan DPR terkait keputusan yang diambil," kata Ade.

Di ruangan itu, Ade pun menyetujui Komisi XI rapat dengan sejumlah BUMN tersebut. Namun saat rapat berlangsung, ia tengah dinas ke luar negeri. Ade merasa tak menyalahi aturan dengan langkah-langkah yang diambilnya.

"Kalau soal teman-teman lapor ke MKD, saya enggak tahu pikiran mereka bagaimana," ujarnya. (tribunnews/ferdinand/kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas