Koalisi Masyarakat Indonesia untuk Keadilan Ekonomi Kirim Surat Terbuka untuk Presiden
Koalisi Masyarakat Indonesia untuk Keadilan Ekonomi mengajukan surat terbuka kepada Presiden RI Joko Widodo.
Penulis: Yurike Budiman
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yurike Budiman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Indonesia untuk Keadilan Ekonomi mengajukan surat terbuka kepada Presiden RI Joko Widodo terkait strategi diplomasi ekonomi internasional Indonesia.
Perwakilan dari Indonesia AIDS Coalition (IAC), Putri Sindi mengatakan proses perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) sangat tertutup dan tidak demokratis.
"Ruang demokratisasi harus segera dibuka pemerintah. Publik berhak tahu isi perjanjian yang dirundingkan," kata Sindi saat jumpa pers di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (16/10/2016).
Sebelumnya pada 20 hingga 21 September 2016, Indonesia melangsungkan putaran perundingan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Australia dan New Zealand.
Saat ini pemerintah sedang mengkaji dan mempertimbangkan Indonesia untuk bergabung ke Trans-Pasific Partnership Agreement (TPP) dan ASEAN RCEP akhir tahun ini akan segera disepakati.
"Kami mencatat model kerja sama ekonomi tersebut bukan lagi sekadar mengatur kerja sama perdagangan secara sempit tapi juga mengatur aspek ekonomi dan sosial secara luas dan akan berdampak terhadap kehidupan rakyat," kata Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti.
Koalisi Masyarakat Indonesia untuk Keadilan Ekonomi memberikan surat terbuka kepada Presiden Jokowi agar:
1. Melakukan kajian dampak HAM sebelum dilakukan perundingan perjanjian perdagangan dan kerja sama ekonomi internasional yang melibatkan seluruh pihak terkait, mengingat dampak CEPA, RCEP, dan TPP telah membatasi ruang-ruang kebijakan publik dan berpotensi mengancam hak-hak social masyarakat Indonesia.
2. Menjadikan hasil kajian dampak HAM sebagai dasar pengambilan keputusan ataupun dasar perundingan di dalam perjanjian perdagangan dan kerjasama ekonomi internasional.
3. Membuka ruang intervensi publik secara luas tanpa adanya perlakuan diskriminatif dalam proses perundingan perjanjian perdagangan dan kerja sama ekonomi internasional.
4. Membentuk sebuah forum komunikasi publik permanen dan berkelanjutan, dimana kelompok masyarakat sipil dapat mengambil peran untuk memperkuat proses diplomasi ekonomi dan perundingan perjanjian yang dilakukan oleh Pemerintah.