Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perlu Pembatasan Donasi bagi Kandidat Kepala Daerah atau Partai Politik

Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil opinion makers survei LSI 2016 mengenai Undang-Undang Pemilu.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Perlu Pembatasan Donasi bagi Kandidat Kepala Daerah atau Partai Politik
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Monitor menunjukkan rilis survei persepsi Lembaga Survei Indonesia (LSI), di Jakarta Pusat, Senin (1/9/2014). Diskusi ini bertemakan ketimpangan pendapatan di Indonesia, harapan publik terhadap pemerintahan Jokowi-JK. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil opinion makers survei LSI 2016 mengenai Undang-Undang Pemilu.

Peneliti LSI Rizka Halida menyebutkan, sebanyak 216 responden yang mewakili akademisi, masyarakat sipil, dan media diwawancarai secara langsung oleh 31 pewawancara terlatih meminta transparansi, pengawasan keuangan kampanye dan partai politik.

Dalam hal ini, menurutnya, perlu dibatasi sumbangan untuk para kandidat kepala daerah. Tujuannya untuk mencegah praktik korupsi.

"Kebanyakan responden setuju dengan aturan yang spesifik mewajibkan laporan keuangan yang terstandarisasi, pembatasan pengeluaran, dan pembatasan donasi bagi kandidat atau partai politik," kata Rizka di Media Center KPU, Jakarta Pusat, Minggu (16/10/2016).

Menggunakan metode purposive sampling untuk memilih responden, hasil survei menemukan mayoritas responden setuju bahwa terjadi tumpang tindih berbagai UU tentang pemilu.

Saat ini ada empat UU terkait pemilu, yakni UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015, UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, lalu UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilihan umum, dan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Berita Rekomendasi

"Mayoritas responden percaya bahwa UU Pemilu yang ada tidak jelas dalam hal isu-isu kunci, seperti peraturan keuangan kampanye dan pengawasan proses pemilu," kata Rizka.

Selain itu, proses penghitungan manual surat suara di depan publik adalah faktor yang membuat pemilu transparan, namun masih terdapat kekhawatiran mengenai transparansi di bagian lain dari proses penghitungan suara, seperti rekapitulasi hasil penghitungan.

Kebanyakan pakar cenderung setuju penerapan teknologi baru, seperti rekapitulasi hasil elektronik dan sistem pendaftaran pemilu yang terpusat dapat meningkatkan transparansi.

Kemudian mengenai keterwakilan perempuan, kebanyakan pakar yang disurvei tidak puas dengan proporsi perempuan di badan-badan legislatif dan lembaga pemilu di Indonesia.

"Mayoritas mendukung kuota 30 persen staf perempuan di lembaga pemiilu seperti KPU dan Bawaslu, serta legislatif," katanya.

Survei dilaksanakan untuk merekam opini para ahli yang berpengalaman sebagai praktisi, peneliti, maupun pengamat pemilu Indonesia tentang empat UU Pemilu.

Survei dilaksanakan pada 8 Februari hingga Maret 2016 di enam kota: Banda Aceh, Jakarta, Jayapura, Makassar, Medan, dan Surabaya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas