Saat Masih Menjabat Presiden, KPK Pernah Surati SBY soal Pengadaan KTP Elektronik
Menurut Yuyuk, KPK saat itu menilai data kependudukan saat itu masih kacau dan banyak terdapat ganda.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut bersuara mengenai korupsi pengadaan KTP elektronik yang diungkapkan Menteri Dalam Negeri 2009-2014 Gamawan Fauzi.
KPK bahkan mengaku pernah membuat rekomendasi kepada Presiden yang saat itu dijabat Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk tidak melanjutkan proyek tersebut karena berpotensi tidak maksimal.
"Bahkan KPK waktu itu mengirimkan surat kepada Presiden untuk memberikan rekomendasi, ternyata memang proyek e-KTP tetap berlangsung," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di kantornya, Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Baca: Ini Jawaban Ketua KPK Disebut Namanya dalam Kasus Korupsi e-KTP
Baca: Setelah Ditahan, Tersangka Korupsi e-KTP Tak Lagi Gunakan Kursi Roda
Menurut Yuyuk, KPK saat itu menilai data kependudukan saat itu masih kacau dan banyak terdapat ganda.
Sehingga jika terus dipaksakan, maka KTP elektronik tersebut akan kacau.
"KPK pernah buat rekomendasi mengenai single identity number. KPK juga waktu itu tidak membuat rekomendasi karena waktu itu data-data masih kacau," kata Yuyuk.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri 2009-2014 Gamawan Fauzi mengaku telah mengajak KPK untuk mengaudit Rincian Anggaran Biaya (RAB) selesai disusun.
"Bahkan sampai ada laporan dari persaingan usaha tidak sehat sampai proses pengadilan sampai vonis MA, dinyatakan bahwa tidak ada proses persaingan tidak sehat, lalu apa yang mau saya lakukan kalau seperti itu," kata dia.
Gamawan pun mengaku tidak tahu sebab KPK menemukan adanya kerugian negara Rp 2 triliun dari pengadaan KTP elektronik.
Pada kasus tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka. Kedua tersangka adalah Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman.
Negara diduga menderita kerugian Rp 2 triliun akibat korupsi pengadaan e-KTP dari total nilai proyek Rp 6 triliun.