Bahasa Indonesia Adalah Bahasa Budaya Kita
Gejolak mewarnai pilkada di beberapa daerah mengancam keutuhan dan persatuan Indonesia sebagai sebuah bangsa.
Editor: Y Gustaman
![Bahasa Indonesia Adalah Bahasa Budaya Kita](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/peringatan-sumpah-pemuda-di-istana-merdeka_20161029_012413.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gejolak mewarnai pilkada di beberapa daerah mengancam keutuhan dan persatuan Indonesia sebagai sebuah bangsa harus dikembalikan kepada akar pendirian negara ini. yakni Sumpah Pemuda.
Tidak ada jalan lain kecuali pemerintah dan masyarakat seluruh Indonesia menghidupkan kembali Sumpah Pemuda yang menyepakati Indonesia sebagai Tanah Air satu, bangsa satu dan bahasa satu.
Berbagai macam gejolak yang mengancam keutuhan dan persatuan Indonesia itu terjadi karena bahasa budaya yang digunakan tidaklah sama. Dikesampingkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan NKRI merupakan virus yang memicu perang antarbudaya di Indonesia.
Demikian ditegaskan oleh Ketua Bidang Pemuda dan Mahasiswa Majelis Dewan Adat Dayak Nasional Alexander Bumbun dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (29/10/2016).
Keprihatinan itu muncul mengaca berbagai ancaman perpecahan karena berbagai kepentingan kelompok menjadi prioritas dibanding kepentingan negara, bangsa dan Tanah Air.
![Alexander Bumbun, Ketua Bidang Pemuda dan Mahasiswa Majelis Dewan Adat Dayak Nasional.](http://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/alexander-bumbun-ketua-bidang-pemuda-dan-mahasiswa-majelis-dewan-adat-dayak-nasional_20161029_163155.jpg)
Alexander Bumbun, Ketua Bidang Pemuda dan Mahasiswa Majelis Dewan Adat Dayak Nasional.
Dijelaskan Bumbun, isi Sumpah Pemuda sudah terdegradasi karena berbagai kepentingan kelompok pada akhirnya menempatkan persatuan dan kesatuan NKRI terancam.
Mereka yang tinggal di Indonesia memang hidup di Tanah Air yang sama. Meski mengaku sebagai bangsa Indonesia yang utuh, perlu dipertanyakan lagi dalam konteks Sumpah Pemuda karena masing-masing kelompok bermain dalam tataran budayanya sendiri-sendiri.
“Situasi yang buruk ini bisa terjadi karena bahasa Indonesia sudah bukan lagi bahasa persatuan. Bagaimana mungkin, Indonesia tetap menjadi bahasa persatuan jika ternyata budaya yang dibawa dalam kepentingan adalah budaya bangsa lain dan bahkan menggunakan bahasa lain," ujar Bumbun.
"Bahasa Indonesia adalah bahasa budaya Indonesia dan yang merasa tinggal di Indonesia hendaknya menanggalkan budaya yang bukan miliknya. Jika ingin seperti itu, ya tinggallah di tempat dari mana budaya itu berasal,” ia menambahkan.
Meski bahasa Indonesia “kelihatannya” masih sebagai bahasa sehari-hari, tetapi pada kenyataannya, bahasa Indonesia hanya digunakan sebagai bahasa pergaulan, bukan bahasa budaya apalagi bahasa persatuan.
Dia mencontohkan, gejolak yang terjadi dalam pilkada DKI Jakarta adalah persoalan budaya yakni persoalan budaya Indonesia versus budaya bangsa lain.
“Kita semua harus mendukung sumpah para leluhur kita, yang meski memiliki budaya dan bahasa daerah masing-masing tetapi sepakat memilih Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan dengan sebutan bahasa Indonesia. Sehingga, jika ada konflik budaya seperti sekarang ini, kita semua prihatin dan apalagi orang Melayu. Saya hanya mengungkapkan dan mengingatkan kembali apa yang terjadi dalam sejarah bangsa Indonesia," ujar Bumbun yang juga Ketua Umum Pemuda Dayak Sanggau, Kalimantan Barat.
Menurut Bumbun, bangsa Indonesia diajarkan berkomunikasi dengan sopan dan santun. Pantun yang oleh Bumbun diterjemahkan dari kata sopan dan santun, merupakan bentuk nyata sikap saling menghormati, menghargai dan toleransi antar warga masyarakat yang terwujud dalam tradisi berkomunikasi (tutur kata) dan berperilaku.
“Tutur kata dalam pantun sudah jelas santun dan tidak ada kata makian, kebengisan atau kebencian. Selalu ada upaya memperhalus kata-kata dengan berpantun itu agar tetap sopan dalam bersikap dan santun dalam tutur kata. Jadi marilah kita sama-sama memelihara dan memegang teguh sumpah yang telah diucapkan oleh para leluhur kita demi NKRI. Kita yang sekarang hidup ini hanya sekadar menerima warisan dan sudah menjadi kewajiban memelihara warisan,” ujar Bumbun.