Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ditahan KPK, Siti Merasa Tak Diincar Jokowi

Dua menteri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Siti Fadilah Supari dan Dahlan Iskan, kini diproses hukum dan ditahan

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Sanusi
zoom-in Ditahan KPK, Siti Merasa Tak Diincar Jokowi
Eri Komar Sinaga/Tribunnews.com
Menteri Kesehatan 2004-2009 Siti Fadilah Supari menahan tangis saat ditahan KPK di Rutan Wanita Pondok Bambu Jakarta Timur, Jakarta, Senin (24/10/2016) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua menteri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Siti Fadilah Supari dan Dahlan Iskan, kini diproses hukum dan ditahan oleh dua lembaga penegak hukum.

Siti ditahan KPK, sedangkan Dahlan ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur yang secara hirarki di bawah koordinasi Jaksa Agung asal Parta NasDem, HM Prasetyo.

Kini, berkembang kabar jika para menteri era SBY tengah diincar oleh penguasa. Kabar tersebut berkembang menyusul pernyataan Siti dan Dahlan saat keduanya ditahan oleh KPK dan Kejati Jatim.

Achmad Cholidin selaku kuasa hukum Siti membantah pernyataan Siti tersebut bermaksud jika dia merasa diincar oleh pemerintahan yang berkuasa saat ini, Jokowi-JK.

"Bu Siti diincar pemerintahan yang sekarang? Saya rasa tidak. Karena justru Bu Siti berharap kepada pemerintahan yang sekarang yang dipimpin oleh Pak Jokowi agar bersikap lebih adil dalam penegakan hukum, terutama kasusnya Bu Siti ini," kata Cholidin.

"Bu Siti sampai bicara soal Pak Jokowi saat ditahan itu karena dia merasa bukti dirinya menerima suap atau gratifikasi cek tidak ada dan kasusnya sudah lama sejak 2012, justru sekarang ditahan," sambungnya.

Menurut Cholidin, kasus yang menimpa Siti sudah terjadi sebelum kepemimpinan Presiden Jokowi dan terbentuknya kabinet parpol koalisinya.

Berita Rekomendasi

"Kemungkinan Bu Siti diincar bisa saja. Tapi, bukan oleh era yang sekarang ini, mungkin sama era yang sebelumnya," ujarnya.

Siti ditahan oleh penyidik KPK pada Senin (24/10) lalu menyatakan, ada ketidakadilan, dirinya dikriminalisasi dan ada upaya menutupi kasus-kasus yang besar terkait penanganan kasus dan penahanan dirinya.

Menurut Siti, ketidakadilan dan kriminalisasi dalam kasusnya terlihat dengan adanya beberapa pejebat negara dengan kasus besar tidak diproses hukum.

Dirinya yang telah mengabdi untuk negara dengan tidak pernah menerima aliran dana proyek alkes serta tanpa ada bukti, justru ditersangkakan sebagai penerima gratifikasi hingga ditahan.

"Jadi, Bu Siti merasa perjuangannya, pengorbanan jiwa raganya untuk negara sampai rela pergi ke WHO saat suami sakit, justru sekarang dijadikan seperti sekarang ini. Apalagi dituduh menerima gratifikasi. Dia tidak terima, karena sakitnya bukan main dituduh seperti itu," ujarnya.

Kasus korupsi yang menjerat Siti Fadilah Supari merupakan pengembangan atas kasus korupsi alat kesehatan di Kementerian Kesehatan pada 2007 senilai Rp 17,18 miliar yang menjerat bekas anak buahnya, Rustam Syarifudin Pakaya.

Saat itu, Rustam Syarifudin Pakaya menjabat sebagai Kepala Pusat Penanggulan Krisis Kementerian Kesehatan diduga melakukan korupsi dengan korporasi sehingga merugikan negara sampai Rp22 miliar dalam pengadaan alkes pada 2007.

Hasil korupsi alat kesehatan tersebut mengalir ke sejumlah pihak, termasuk ke Siti Fadilah Supari selaku Menkes pada saat itu.

Ia diduga menerima aliran dana berupa cek perjalanan (traveller cheque) Bank Mandiri senilai Rp 1,275 miliar.

Cek tersebut adalah bagian dari total cek sebesar Rp 4,97 miliar yang diterima Rustam dari PT Graha Ismaya (PT GI) sebagai imbalan penunjukan perusahaan pengadaan alkes.

Diduga sebagian cek perjalanan yang diterima oleh Siti telah diinvestasikan ke usaha kelapa sawit melalui adiknya, Rosdiah Endang.

KPK telah menetapkan Siti Fadilah Supari sebagai tersangka untuk kasus korupsi alkes ini sejak April 2014.

Selain kasus tersebut, Siti Fadilah Supari juga dijerat atas kasus pengadaan alkes buffer stock untuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kementerian Kesehatan pada 2005 senilai Rp15,5 miliar yang ditangani Bareskrim Polri sejak 2011.

Kasus tersebut telah disupervisi KPK dan dijadikan satu berkas perkara dengan kasus alkes 2007.

Dua kasus korupsi tersebut telah membawa Siti ke Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur untuk ditahan.

Selain dua kasus itu, lima kasus korupsi lain di kementerian yang pernah dipimpinnya juga turut menyeret namanya. 

Siti Sangkal Terima Cek

Kuasa hukum Siti Fadilah Supari yakni Achmad Cholidin mengatakan, Siti merasa tidak pernah menerima cek perjalanan maupun uang tunai hasil pencairan cek tersebut dari adik sekaligus bendahara atau pemegang keuangannya, Endang Rosdiah, yang bersumber dari PT GI.

Selain itu, Siti juga merasa tidak pernah memerintahkan Rosdiah untuk mencairkan maupun mengirimkan cek perjalanan senilai Rp1,275 miliar untuk investasi usaha kelapa sawit melalui manajer PT Samara Mutiara Indonesia, Jefry Nedy.

"Rosdiah ngakunya tidak pernah juga menyerahkan cek yang nilainya Rp 5 miliar itu. Ini semata dikaitkan karena cek BNI yang sama Jefry itu sama dengan cek yang diterima oleh Sekjen dan Cici Tegal," kata Cholidin.

"Kami akan buktikan nanti di persidangan. Apalagi kalau KPK mau jerat Bu Siti dengan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), silakan saja kalau ada. Silakan cek langsung semua rekening Bu Siti atau mau pakai PPATK juga silakan. Silakan cek apa ada transaksi mencurigakan terkait pencairan cek perjalanan Bank Mandiri dari PT GI itu," sambungnya.

Menurut Cholidin, saat ini Siti ingin segera 'berperang' dengan pihak KPK di persidangan agar bisa membuktikan ada tidaknya pidana korupsi yang dilakukannya.

"Ibu ingin kasusnya segrea disidangkan. Saya tantang KPK, bisa nggak sebulan ini disidangkan kasus Bu Siti ini sejak ibu ditahan? Kalau sebulan ini tidak bisa dilimpahkan ke pengadilan berart banci, berarti Bu Siti memang sedang dipermainkan. Sebab, Bu Siti sudah dijadikan tersangka sejak 2014 dan baru tahan sekarang," kata Cholidin.

"Kalau memang orang-orang KPK jago, seharusnya kasus ini sudah bisa dibawa ke pengadilan karena penetapan tersangka dan klaim ada dua alat bukti sudah dua tahun. Masa' sebulan saja nggak bisa kalau memang sudah punya alat bukti kuat," tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas