Rendahnya Minat Baca, Buat Masyarakat Indonesia Lemah Dalam Memecahkan Masalah
Bahkan responden yang telah menyelesaikan perguruan tinggi, memiliki keterampilan baca tulis lebih rendah dari keterampilan warga Yunani lulusan SMP.
Editor: Content Writer
Berdasarkan penilaian Progamme for International Assessment of Adult Competencies (PIAAC) yang baru pertama kali diikuti Indonesia tahun 2016 ini, menujukkan hasil yang memprihatinkan.
Dari 34 negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), penilaian kemampuan numerasi, literasi serta kemampuan memecahkan masalah para responden masyarakat dewasa ini di Jakarta, ternyata Indonesia berada di peringkat paling bungsu.
Penilaian tersebut menunjukan, kemampuan responden dalam kemampuan menangkap pesan dan mencari informasi penting di sebuah kalimat sederhana di level dibawah 1 (dengan skala nilai 1-5).
Bahkan responden yang telah menyelesaikan perguruan tinggi, memiliki keterampilan baca tulis lebih rendah dari keterampilan warga Yunani dan Denmark biasa yang hanya menamatkan pendidikan tingkat SMP.
Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Barat Netty Heryawan mengatakan ini sebagai sinyal bahaya terhadap peradaban masyarakat Indonesia.
“Ini salah satu dampak dari rendahnya minat baca masyarakat," katanya saat mendampingi siswa siswi SD dan SMP membeli buku murah dalam rangka Program Gerakan Literasi Sekolah di Gudang Buku Gramedia Jl. Caringin no 74 Bandung, Senin (31/10/16).
Menurut Netty, semakin sering seseorang membaca maka semakin tajam kemampuannya untuk mengolah informasi, sehingga dapat berdampak signifikan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui kebiasaan membaca sejak dini.
Menanggapi hal tersebut, Netty mengungkapkan langkah-langkah yang dapat diambil guna mendongkrak minat baca masyarakat.
Pertama, meningkatkan kualitas perpustakaan termasuk sumber daya manusia pustakawan.
Adakah pelatihan pustakawan agar dapat melayani pengunjung dengan ramah dan komunikatif.
Kedua, melalui pembenahan perpustakaan, menambah koleksi buku dan melengkapi fasilitas di perpustakaan, seperti tempat ibadah, kafetaria dan akses internet.
Ketiga, harus ada kebijakan-kebijakan yang bersifat regional maupun nasional.
Salah satunya penetrasi pada kader PKK dan lomba-lomba mendongeng para ibu.
Keempat, menyikapi kemajuan teknologi bukan dengan menghujat dampat negatif teknologi, namun dengan membangun program-program literasi yang menarik bagi anak-anak, seperti belanja buku bersama sebagai bagian dari outdoor activities di sekolah.
Kelima, mengingat dalam konteks rumah tangga yang belum memprioritaskan buku di daftar belanja karena kurangnya daya beli, Netty akan mengarahkan Dinas Pendidikan untuk bekerja sama dengan toko-toko buku, guna menyediakan buku-buku berkualitas namun harganya terjangkau, seperti Great Sale yang digelar Gramedia ini.
“Anak-anak akan lebih termotivasi dan semangat memilih buku bersaa kawan-kawannya," kata Netty yakin.
Gramedia Great Sale digelar dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat, terutama anak-anak.
Penanggungjawab Gramedia Great Sale Ariyanto Suryaningtyas menuturkan pihaknya menyediakan tak kurang dari 3.000 koli buku (150 eksemplar per koli), dengan harga 5.000 rupiah dan 10.000 rupiah saja per buku nya.
“Semua buku hanya 5.000 dan 10.000 saja. Buku yang harganya 200.000 juga dipotong jadi 10.000”, papar Ariyanto.
“Acara dimulai pada 15 sampai 31 Oktober, tapi karena animo tinggi dan banyak permintaan untuk diperpanjang, jadi sampai 13 November nanti”, sambungnya.
Acara Great Sale ini baru tahun pertama kali diselenggarakan di Indonesia, dan sebelumnya telah sukses dilaksanakan di Yogyakarta dan Surabaya.
Rencananya, November ini acara yang sama akan menggebrak Serpong, Jakarta. (*)