Ketua Umum GMKI Minta Kepala BNPT Dicopot
GMKI meminta Kepala BNPT, Suhardi Alius dicopot dari jabatannya karena tidak mampu mengantisipasi aksi terorisme yang menyerang anak-anak di Samarinda
Penulis: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sahat Martin Philip Sinurat meminta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Suhardi Alius dicopot dari jabatannya karena tidak mampu mengantisipasi aksi terorisme yang menyerang anak-anak di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
"Selain kepala BNPT, kami juga meminta Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin, dan Kapolres Samarinda Kombes Pol Setyobudi Dwiputro untuk dicopot dari jabatannya karena gagal mengantisipasi terorisme yang menyerang anak-anak," kata Sahat Martin dalam keterangan tertulis, Minggu (13/11/2016).
Aksi terorisme ini, menurut Sahat seharusnya bisa diantisipasi oleh pemerintah jika BNPT bekerja ekstra. Sehingga anak-anak tidak menjadi korban.
"Yang menjadi pelaku ini residivis teroris, seharusnya ini sangat mudah diantisipasi. Ini menunjukkan betapa gagalnya Safaruddin," ujarnya.
Sahat mengatakan, peristiwa terorisme di Samarinda menampilkan ketidakmampuan Safarudin dan jajarannya menjalankan tuga-tugas pencegahan aksi terorisme.
Bahkan ironinya kepolisian setempat yang seharusnya menjadi pencegah pertama tidak mampu mengantisipasi sehingga seorang balita menjadi korban.
"Kapolda seharusnya bisa melakukan langkah antisipatif, bukan setelah kejadian dan menimbulkan korban, baru bertindak," ujar dia.
Sahat menilai, peristiwa teror melalui rumah ibadah bukan hal pertama yang terjadi di Indonesia.
Aparat penegak hukum sesungguhnya mempunyai catatan peristiwa bom gereja yang terjadi mulai tahun 2000.
"Sekali lagi ini bukan peristiwa yang pertama, yang terakhir terjadi di Gereja Stasi Santo Yoseph, Medan," ujarnya.
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia mengecam keras peristiwa bom gereja di Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur dan menyatakan bahwa kejahatan terorisme sebagai kejahatan HAM terberat.
Dengan berhasil ditangkapnya pelaku bom gereja Samarinda dalam keadaan hidup, ini memungkinkan pemerintah dapat melakukan tindakan apapun untuk mencegah serangan lanjutan kelompok teroris di kemudian hari.
Khususnya mencegah agar anak-anak yang tidak tahu apa-apa kembali menjadi korban teroris.