Tak Terima Divonis Lebih Berat Dari Damayanti, Budi Supriyanto Ajukan Banding
Budi Supriyanto tidak puas dengan vonis lima tahun yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Budi Supriyanto tidak puas dengan vonis lima tahun yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Mantan Anggota Komisi V DPR RI tersebut melalui kuasa hukumnya telah mengajukan banding terhadap putusan tersebut.
Kuasa hukum Budi, Unoto Dwi Yulianto, mengatakan banding diajukan karena vonis terhadap kliennya lebih tinggi dibandingkan Damayanti Wisnu Putranti.
"Padahal DWP (Damayanti, red) adalah inisiator yang menawarkan dan membujuk BS (Budi) agar ikut mengalokasikan program aspirasinya di Maluku sebagaimana DWP," kata Unoto, Jakarta, Jumat (18/11/2016).
Politikus Partai Golkar tersebut juga ternyata kecewa lantaran pelaporan gratifikasi berupa uang yang dilaporkan ke KPK tidak dimasukkan dalam pertimbangan hakim.
Padahal, kata Unoto, kualitas pelaporan gratifikasi sebagai itikad baik.
Menurut ahli pidana kualitas derajatnya lebih tinggi daripada justice collaborator seperti DWP.
Unoto menyebutkan justice collaborator adalah hak narapidana untuk mendapatkan remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat.
Bukan hak untuk dituntut meringankan.
"Kami tidak masalah DWP mendapatkan JC. Namun, tindakan BS haruslah diapresiasi KPK demi preseden penegakan hukum ke depan," ungkap Utoyo.
Dituntut lebih berat padahal melaporkan gratifikasi, Utoyo menyebutnya akan menutup penerima yang lain untuk melaporkan ke KPK.
"Toh akan tetap dihukum yang bahkan lebih berat dari inisiator atau koordinatornya," kata Utoyo.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi memvonis Budi Supriyanto 5 tahun penjara dan membayar denda Rp 300 juta subsider 2 bulan kurungan.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai perbuatan Budi tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Budi dianggap telah merusak check and balances antara legislatif dan eksekutif. Selain itu, tindakannya telah membuat proyek pembangunan infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara dibatalkan.
Budi terbukti menerima suap sebesar 404.000 dollar Singapura atau senilai Rp 4 miliar dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Budi sebelumnya dituntut JPU hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair empat bulan kurungan.2/3 dari tuntutan tersebut adalah enam tahun penjara.
Sementara Damayanti Wisnu Putranti divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta.