Pengamat: Rencana Aksi 2 Desember Bernuansa Politis, Tidak Murni Aksi Bela Islam
Menyebut rencana aksi unjuk rasa pada 2 Desember 2016 sebagai tindakan makar adalah berlebihan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyebut rencana aksi unjuk rasa pada 2 Desember 2016 sebagai tindakan makar adalah berlebihan.
Pengamat Politik, Ray Rangkuti, mengatakan isu yang mempertanyakan sikap presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan penegakan hukum dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melalui aksi unjuk rasa tidak cukup jadi alasan untuk menyebut aksi itu sebagai upaya makar.
Ray menilai butuh perangkat lain yang lebih komprehensif yang harus dilihat sebagai satu sinergi untuk sampai pada kesimpulan adanya makar.
Baca: Ada Tiga Jenis Makar, Maksud Kapolri yang Mana?
Baca: YLBHI: Pernyataan Kapolri soal Rencana Makar Justru Memancing Kepanikan Masyarakat
Oleh karena itu, imbuh Ray, aksi unjuk rasa yang akan dilaksanakan pada 2 Desember yang akan datang tidak perlu distigma dan disikapi sebagai aksi makar.
"Cukup dilihat sebagai aksi politik yang tidak lagi murni semata untuk aksi bela Islam," kata Ray kepada Tribunnews.com, Senin (21/11/2016).
Bahkan menurut Ray, boleh disebut motif politiknya sudah lebih kental dari pada mengusung isu awalnya bela Islam.
"Karena itu lebih bernuansa politis, maka cukup disikapi secara politik biasa," jelas Ray.
Yakni, kata dia, dengan memberi keluasan kepada para peserta aksi untuk mengeksperesikan tuntutan politiknya.
Bahkan sampai minta presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mundur misalnya, selama berjalan sesuai dengan aturan yang semestinya.
"Tak perlu distigma. Apalagi dihalang-halangi. Biarkan mereka mengungkapkan ekspresi politik mereka sembari memberi kesempatan kepada khalayak luas apakah tuntutan mereka logis, dapat dipercaya dan sesuai dengan niat awalnya," ujar Ray.
Kenapa demikian? Alasannya, masyarakat di negeri ini akan mampu membedakan mana aksi untuk bela Islam dan mana pula aksi politik dengan label bela Islam.
"Karena ini lebih kental nuansa politiknya, maka biarkan saja masyarakat yang menilainya," cetusnya.
Sebelumnya, bertempat di Mabes Polri, Senin (21/11/2016) Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menggelar rapat dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmatyo.
Dalam pertemuan itu, Kapolri dan Panglima TNI memberikan arahan ke seluruh pejabat Polri dan pejabat TNI melalui video conference terkait antisipasi aksi 25 November dan 2 Desember yang diduga bakal mengancam keutuhan NKRI.
"Intinya ini untuk mengantisipasi aksi tanggal 25 November dan 2 Desember. Info yang kita terima 25 November akan ada unjuk rasa di DPR. Ada upaya-upaya tersembunyi dari kelompok-kelompok yang ingin masuk ke DPR dan berusaha untuk menguasai DPR," tegas Tito di Mabes Polri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.