Usulan Setya Novanto Jabat Ketua DPR Bangkitkan Ingatan Publik Terkait Kasus 'Papa Minta Saham'
"Masyarakat masih mengingat kasus 'Papa Minta Saham' dan secara tidak langsung memvonis Setya Novanto melanggar etika,"
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Pleno DPP Golkar mengusulkan Setya Novanto kembali menjabat sebagai Ketua DPR RI.
Anggota Dewan Pakar NasDem Taufiqulhadi menyebut masyarakat masih mengingat kasus Papa Minta Saham.
Taufiqulhadi memprediksi akan ada penolakan dari masyarakat terkait usulan Setya Novanto menjadi Ketua DPR RI kembali.
"Masyarakat masih mengingat kasus 'Papa Minta Saham' dan secara tidak langsung memvonis Setya Novanto melanggar etika," kata Taufiqulhadi ketika dikonfirmasi, Jumat (25/11/2016).
Ia mengingatkan, jangan membangkitkan kembali ingatan masyarakat terkait kasus tersebut.
Menurut Taufiqulhadi, jabatan Ade Komarudin atau Akom tak perlu diperdebatkan.
Sebab, kepemimpinan Akom sudah berjalan baik.
"Jadi kita tidak perlu lagi kita meributkan, merecoki persoalan-persoalan tersebut," kata Anggota Komisi III DPR itu.
Taufiqulhadi mengakui keputusan Golkar memilih Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI merupakan urusan internal partai berlambang pohon beringin itu.
Tetapi, jangan melebar kepada posisi ketua DPR.
"Hal itu sudah menyangkut hajat semua anggota DPR," kata Taufiqulhadi.
Meskipun putusan dilakukan internal Golkar, Taufiqulhadi menuturkan hal tersebut menjadi perhatian fraksi lain karena berdampak pada institusi DPR.
"Jadi kalau misalnya pimpinannya keluar masuk nanti dampaknya tidak baik juga di mata masyarakat," kata Taufiqulhadi.
Sementara Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana meminta Setya Novanto tidak kembali memimpin DPR.
Pasalnya, hal itu membuat citra DPR semakin rusak.
"Beliau kan sudah mengundurkan diri karena pelanggaran etika, bahkan dari Golkar sendiri sudah menyatakan pelanggaran berat, apa kata orang kalau tiba-tiba menjadi Ketua DPR kembali," kata Dadang Rusdiana.
Mengenai keputusan MK yang menyatakan bahwa alat rekaman tidak bisa menjadi alat bukti, menurut Dadang hal itu merupakan pendekatan prosedural.
"Pada kenyataannya pertemuan 'Papa Minta Saham' itu kan ada," kata Dadang.
Anggota Komisi X DPR itu meminta Golkar mengorbankan kepentingan politiknya untuk kepentingan lembaga DPR.
Apalagi, ia menilai Akom merupakan kader Golkar yang baik.
"Buat apa cari polemik baru. DPR harus kerja keras memperbaiki citra, mengoptimalkan fungsinya, bukan sibuk bolak balik dengan urusan pergantian ketua, sepertinya tumpul nurani kita," kata Dadang.