Jaksa Tuntut La Nyalla 6 Tahun dan Bayar Uang Pengganti Rp 1,1 Miliar
mantan Ketua Umum PSSI itu juga dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menuntut mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur La Nyalla Mahmud Mattalitti, enam tahun penjara.
Tak cuma hukuman badan, mantan Ketua Umum PSSI itu juga dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, jaksa juga meminta hakim agar La Nyalla membayar uang pengganti Rp 1,1 miliar.
Jika uang tersebut tidak dibayarkan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta La Nyalla akan dilelang.
Namun, jika tidak dibayar 1 bulan setelah hukum tetap, hartanya tidak mencukupi, diganti pidana penjara tiga tahun dan enam bulan.
"Maka terhadap tersakwa harus dinyatakan bersalah mepakukan tindak pidana. Tidak ditemukan alasan pemaaf atau pembenar yang dapat menghapus kesalahan terdakwa, dan haruslah dijatuhi pidana yang setimpal," kata Jaksa Didik Farkhan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (30/11/2016).
Dalam tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.
"Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara, kedua tidak mendukung pemerintah, ketiga terdakwa melarikan diri ke Singapura dan di deportasi dan keempat tidak mau di BAP dan tidak mau menandatangani berkas sebagai tersangka," kata Jaksa Didik.
Sementara yang meringankan, terdakwa La Nyalla belum pernah dihukum.
La Nyalla dianggap terbukti menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 hingga 2014.
Awalnya, Pemprov Jawa Timur menganggarkan dana hibah dengan total Rp 48 miliar dalam APBD untuk tahun 2011-2014.
Namun, La Nyalla bersama-sama dengan Wakil Ketua Kadin Jatim, Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, justru menggunakan dana hibah yang tidak sesuai peruntukannya.
La Nyalla menyiasati agar seolah-olah program dana hibah telah dilaksanakan sesuai dengan proposal dan rencana anggaran biaya.
Berdasarkan audit BPKP, jumlah kerugian negara dalam korupsi dana hibah tersebut mencapai Rp 26.654.556.219.