KPK Periksa Anggota DPR RI dari Golkar Markus Nari
Selain Markus Nari, penyidik juga kembali memeriksa bekas Anggota DPR RI Chairuman Harahap.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Anggota DPR RI dari fraksi Partai Golkar Markus Nari terkait penyidikan dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik atau e-KTP 2011-2012.
Markus Nari akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka S (Sugiharto)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Selain Markus Nari, penyidik juga kembali memeriksa bekas Anggota DPR RI Chairuman Harahap.
Pada kasus tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka. Kedua tersangka adalah Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman.
Negara diduga menderita kerugian Rp 2 triliun akibat korupsi pengadaan e-KTP dari total nilai proyek Rp 6 triliun.
Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.
PT PNRI sebagai pencetak blangko e-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkat keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas menyediakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko e-KTP dan personalisasi dari PNRI.
Anggota DPR RI 2009-2014 M Nazaruddin menyebut PT Quadra dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan karena perusahaan itu milik teman Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Irman punya permasalahan dengan BPK.
PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp 2 miliar. Perusahaan tersebut kemudian dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium.