Dewan Pers: Ada Bahaya Besar Jika Sidang Ahok Disiarkan Langsung Televisi
"Prinsip presumption of innocence ini tidak akan muncul. Akhirnya terjadi trial by the press," tutur Stanley.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pers mengimbau institusi pers, khususnya televisi, agar tidak menyiarkan langsung jalannya persidangan kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan, institusi pers harus membangun komitmen untuk tidak menyiarkan secara langsung sidang Ahok.
Sebab, siaran langsung itu dikhawatirkan berimplikasi pada disintegrasi bangsa.
Pria yang akrab disapa Stanley itu menjelaskan, banyak pihak yang dapat bertikai di luar persidangan jika hal tersebut disiarkan secara langsung.
"Kami mengimbau kepada komunitas media, kita sama-sama bangun komitmen. Ada bahaya besar kalau ini disiarkan secara langsung," ujar Stanley di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Baca: Ahok Berharap Sidangnya Diliput Televisi, Jangan Cuma Sidang Jessica
Stanley menuturkan, penyiaran langsung juga dapat menghilangkan asas praduga tak bersalah yang seharusnya ada saat proses hukum masih berlangsung.
Pasalnya, penghakiman di luar jalannya persidangan dapat terjadi. Ini seperti yang terjadi ketika proses persidangan Jessica Kumala Wongso disiarkan secara langsung.
"Prinsip presumption of innocence ini tidak akan muncul. Akhirnya terjadi trial by the press," tutur Stanley.
Selain itu, kata Stanley, imbauan Dewan Pers juga dimaksudkan agar pengadilan tetap bisa bebas dan independen dalam menentukan suatu putusan.
Penyiaran langsung dapat membuat kebebasan hakim dalam menentukan putusan terpengaruh.
Menurut Stanley, hakim rawan tertekan oleh desakan massa ketika mengambil sebuah putusan.
"Kita harus jaga pengadilan untuk bisa bebas dan independen. Jangan sampai pers merusak ini," ucapnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah menentukan jadwal sidang Ahok pada 13 Desember mendatang pukul 09.00 WIB.
Menurut rencana, sidang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto dengan empat hakim anggota yaitu Jupriyadi, Abdul Rosyad, Joseph V Rahantoknam dan I Wayan Wirjana.
Penulis: Dimas Jarot Bayu