Rektor Dorong Konten Tunggal Ika Dibanding Kebhinekaan di Media Sosial
Sumpah Pemudah adalah ikrar para pemuda Indonesia untuk menyatukan keberagaman Indonesia.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merebaknya pertumbuhan media sosial di Indonesia diharapkan mampu tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Media sosial dipandang tidak seharusnya lebih mengedepankan atau menonjolkan keberagaman (bhinneka) dibandingkan persatuan itu sendiri (tunggal ika).
"Konvensional atau digital ini platform bersama. Menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara. Platform yang harus kita kedepankan bukan kebhinekaan tapi tunggal ika," kata Profesor Firmanzah, Rektor Universitas Paramadina, saat diskusi 'Politik dan Media Sosial' di Gado-gado Boplo, Jakarta, Sabtu (10/12/2016).
Firmanzah mendasarkan pandangannya Sumpah Pemuda tahun 1928.
Kata Firmanzah, Sumpah Pemuda adalah ikrar para pemuda Indonesia untuk menyatukan keberagaman Indonesia.
"Jadi Sumpah Pemuda itu bukan ikrar kebhinekaan tapi itu ikar tunggal ika, penyatuan," kata dia.
Menurut Firmanzah, kini banyak merebak penggunaan media sosial yang justru menonjolkan kebhinekaan. Sementara penggunaan medoa sosial untuk platform penyatuan sangat sedikit.
Firmanzah mengingatkan agar seluruh elemen masyarakat mendorong bahwa Indonesia adalah penyatuan dari keberagaman.
Lagipula, kata Firmanzah, para founding fathers Indonesia sudah mengatasi keberagaman dengan mencari platform baru bernama Indonesia.
Indonesia kemudian dirancang menjadi tempat bersatunya masyarakat yang beraneka ragam.
"Jadi tidak usah kita debat, sudahlah kita berbeda, tapi karena berbeda-beda maka kita butuh bersama. Jadi jangan kekuatan kebhinekaan. Saya berharap spirit semangat hadir dalam medsos," kata rektor termuda di Indonesia itu.