KPK Imbau Direktur PT MTI Menyerahkan Diri, Disebut-sebut Suami Artis Terkenal
Menurut Febri Diansyah, pihaknya akan memberikan surat panggilan kepada Fahmi untuk diperiksa di KPK.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Direktur PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah segera menyerahkan diri.
Fahmi kini sudah berstatus sebagai tersangka suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) kepada Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama sekaligus Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut, Eko Susilo Hadi.
Keberadaan Fahmi Darmawansyah hingga kini belum diketahui.
"Yang pasti dari OTT kemarin kita belum dapatkan FD (Fahmi Darmawansyah), tapi saat ini penyidik sudah cukup yakin bahwa FD juga statusnya ditingkatkan ke penyidikan, menjadi tersangka," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di KPK, Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Walau belum memeriksa Fahmi Darmawansyah, Febri Diansyah mengungkapkan penyidik sudah mengantongi alat bukti untuk menjerat dia.
"Dari informasi-informasi yang ada dan dari bukti-bukti makanya kita tetapkan empat orang jadi tersangka. FD salah satu pemberi," ujar Febri Diansyah.
Menurut Febri Diansyah, pihaknya akan memberikan surat panggilan kepada Fahmi untuk diperiksa di KPK.
Hingga saat ini, KPK belum menetapkan Fahmi sebagai buronan.
Fahmi Darmawansyah disebut-sebut adalah suami dari seorang artis terkenal di Indonesia.
Fahmi mengutus Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus untuk menyerahkan uang senilai Rp 200 miliar dalam mata uang Dollar AS dan Singapura.
Suap tersebut diberikan terkait pengadaan alat monitoring satelit RA di Bakamla.
"Uang tersebut diduga pemberian kepada pejabat Bakamla terkait pengadaan alat monitoring satelit RI tahun anggaran 2016 dengan sumber pendanaan APBN-P tahun 2016," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.
Pada kasus tersebut, KPK menetapkan empat tersangka. Keempat tersangka yakni Edi Susilo, Fahmi, Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Atas perbuatannya, Edi disangkakan Pasal 12 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Unang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara Muhammad Adami Okta, Hardy, dan Fahmi Darmawansyah dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13Undang-Unang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.