Kompolnas Sebut Bareskim Bisa Tahan Bong Parnoto
Desakan itu muncul lantaran Bong dikhawatirkan mengulangi perbuatan dan melarikan diri.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri diminta segera menahan tersangka kasus pemalsuan dan pencurian dokumen pengalaman pekerjaan milik PT Teralindo Lestari, Bong Parnoto.
Desakan itu muncul lantaran Bong dikhawatirkan mengulangi perbuatan dan melarikan diri.
Menanggapi hal itu, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menilai desakan penahanan terhadap Bong memang perlu dilakukan jika pelaku berpotensi mengulangi perbuatannya.
Mengingat, Bong dipolisikan PT Teralindo Lestari bukan hanya pada kasus pencurian dan pemalsuan dokumen saja, dia juga dilaporkan dalam tindak pidana Paten yang diatur dalam pasal 130 UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Bong dilaporkan berdasarkan Laporan Polisi No: LP/560/VI//2016, tanggal 3 Juni 2016.
Terakhir, Bong Parnoto pun dilaporkan dengan dugaan tindak pidana penipuan berdasarkan Laporan Polisi No: LP/848/VIII/2016/Bareskrim, tanggal 20 Agustus.
Bong diduga melakukan penipuan dalam pembagian segmen pasar komersial atas produk pompa merek Amstrong.
"Kalau masih dugaan kan belum terbukti, kecuali kalau benar ada kejahatan lagi dan sudah dilaporkan lagi maka desakan untuk ditahan cukup kuat," kata Poengky saat dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Minggu (18/12).
Namun, Poengky kembali mengingatkan bila penahanan merupakan kewenangan penyidik. Sekalipun, diakui dia penahanan memang perlu dilakukan jika tersangka diduga akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, melakukan kejahatan lagi, serta ancaman hukuman kepada tersangka di atas 5 tahun.
"Jika setelah ditetapkan jadi tersangka tetapi yang bersangkutan kooperatif maka penyidik dapat menganggap belum perlu melakukan penahanan. Hal itu adalah kewenangan penyidik, sehingga penahanan juga tidak bisa dipaksakan," ujar dia.
Sementara itu, Pengamat Hukum UIN Jakarta Andri Syafrani memiliki pandangan yang berbeda dalam kasus tersebut.
Menurut dia, selama ini polisi kerap memakai alasan subjektif untuk menentukan penahanan terhadap tersangka.
Padahal, kasus pemalsuan dokumen pengalaman suatu perusahaan itu dinilai Andri bisa berdampak pada iklim investasi di Indonesia. Polisi, kata dia, seharusnya bisa memperhatikan adanya dampak buruk dalam kasus ini bila tidak segera menahan Bong.
"Kalau memang berpotensi melarikan diri dan berpengaruh terhadap iklim investasi Indonesia ini adalah aspek eksternal yang harus diperhatikan untuk aspek subjektif penyidik melakuan penahanan," tegas Andri.
Bukan hanya itu, Andri mengatakan saat ini perlu dibuat aturan tegas melalui peraturan kapolri (Perkap) terkait subjektifitas penyidik dalam melakukan penahanan dan menerjemahkan KUHAP.
Hal itu dilakukan agar penyidik tidak menyalahgunakan dalil subjektifitas tersebut.
"Agar semua pihak bisa punya pegangan dan tidak lagi menduga duga dan mendapat kepastian hukum. Agar nantinya tidak disalahgunakan unsur subjektifitas penyidik ini," pungkas Andri.