Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jejak Jaringan Teroris Internasional dari Suku Uighur di Indonesia

Bangsa Uighur adalah keturunan klan Turki yang hidup di Asia Tengah, terutama di provinsi Cina.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Jejak Jaringan Teroris Internasional dari Suku Uighur di Indonesia
ST File
Tiga teroris Uighur, Ahmet Mahmud, Altinci Bayyram, dan Abdul Basit Tuzer, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 13 Juli 2015 (ST File) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Densus 88 Antiteror Mabes Polri berhasil mengamankan terduga teroris Roni Syamsudi Lubis alias Syafi'i di Jalan Delitua-Patumbak, Dusun III Kuta Dinding, Desa Ajibaho, Kecamatan Biru-biru, Deliserdang, Rabu (21/1//2016).

Syafi'i masuk daftar pencarian orang (DPO) kasus terorisme di Batam.

Setelah menangkap terduga teroris di Tangsel, Payakumbuh, dan Deli Serdang, polisi juga telah menangkap seorang terduga teroris di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Rabu (21/12/2016) sore.

Jubir Mabes Polri, Kepala Bagian Mitra Biro Penmas Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol. Awi Setiyono,‎ mengatakan terduga berinisial HA, 28 tahun, adalah anggota kelompok jaringan teroris Katibah Gigih Rahmat.

Baik Syafi'i dan HA pernah memiliki catatan menyembunyikan dua orang dari Uighur.

Warga negara asing beretnis Uighur, Tiongkok yang siap menjadi "pengantin" alias pelaku bom bunuh diri yang sempat disembunyikan di Batam ini masih terus diburu Densus 88.

Lalu apa hubungannya jejak teroris internasional berasal dari suku Uighur dengan terorisme di tanah air?

Berita Rekomendasi

Bangsa Uighur adalah keturunan klan Turki yang hidup di Asia Tengah, terutama di provinsi Cina.

Jejak suku Bangsa Uighur dalam jaringan teroris di Indonesia bukan baru kali ini saja.

1. Bersama Teroris Santoso di Poso

Berdasarkan catatan teroris tanah air, Tribunnews.com mendapati jejak keterlibatan suku Uighur dari Provinsi Xinjiang, Tiongkok ke Poso untuk bergabung dengan kelompok teroris Santoso.

Saat itu, Kapolda Sulawesi Tengah Inspektur Jenderal Rudi Sufhariadi mengatakan pada kelompok teroris pimpinan Santoso terdapat warga negara asing dari etnis Uighur.

Suku bangsa yang mayoritas berada di Provinsi Xinjiang, Tiongkok, bahkan memiliki peran khusus pada kelompok Mujahidin Indonesia Timur dalam gerilya di pegunungan kawasan Poso, Sulawesi Tengah.

"Karena kemampuan fisiknya lebih tangguh, mereka (Uighur) diberi tugas membawa logistik," kata Rudi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/5/2016).

Rudi menyebut tugas dari etnis Uighur pada kelompok Santoso diketahui dari empat yang sudah ditangkap dari sejumlah daftar pencarian orang operasi Tinombala.

Kekuatan fisik etnis Uighur pada kelompok Santoso, diibaratkan Rudi pada kekuatan mereka mengangkat karung beras bekal makanan.

"Kalau orang kita angkat satu karung berdua, mereka (Uighur) angkat satu karung beras sendiri," kata Rudi.

Dalam bergerilya menghindari kejaran aparat gabungan operasi Tinombala, WNA itu lebih lincah dalam pergerakannya.

Dari pengakuan anak buah Santoso yang tertangkap, tutur Rudi, ada enam orang Uighur pada kelompok MIT.

Namun, lima di antaranya sudah tewas selama rangkaian operasi perburuan Santoso berlangsung dan satu tertangkap.

"Sekarang masih sisa satu," katanya.

Meski ada yang tertangkap, Rudi mengakui pihaknya sulit memeriksanya, perbedaan bahasa menjadi sebab.

"Masih terkendala di bahasa, dia tidak bisa berbahasa Inggris. Kami belum tahu, pura-pura tidak bisa atau memang tidak bisa," kata Rudi.

Kini Kapolri Jenderal Tito Karnavian pastikan jejak suku Uighur di Poso sudah habis.

Hal itu ketika ‎Polisi berhasil menembak mati satu orang suku Uighur di Poso yang diduga kuat jaringan Santoso.

Satu orang suku Uighur yang tertembak tersebut diklaim polisi merupakan orang terakhir yang berada di Indonesia.

"Itu (orang Uighur yang tertembak) yang terakhir. Itu yang terakhir," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (18/8/2016).

Tito menjamin bahwa sudah tidak ada lagi suku Uighur yang berideologi garis keras di Indonesia.

Menurutnya, polisi sudah melakukan penyisiran terhadap kelompok Uighur garis keras di Indonesia.

"Kita deteksi sudah tidak ada lagi orang Uighur. Kalau ada (lagi) kita tangkap," tegasnya.‎

2. Di Luar Jaringan Teroris Poso

Selain bergabung dengan jaringan Santoso di Poso, jaringan teroris dari bangsa Uighur juga bergerilya bersama jaringan teroris lainnya di luar Poso.

Saat menjabat Kepadla BNPT Tito Karnavian pernah menjelaskan bahwa setelah bergabung dengan jaringan teroris di tanah air, jaringan Uighur memanfaatkan jaringan-jaringan yang ada di Indonesia untuk bersembunyi, berlatih, maupun berjihad.

"Sehingga tak heran tokoh-tokoh ISIS di Suriah baik dari Indonesia maupun dari Uighur dapat gabung di sana," tutur Kepala BNPT, Irjen Pol Tito Karnavian, Senin (21/3/2016).

Jaringan Uighur mengambil keuntungan dari perubahan situasi global dari kelompok-kelompok jaringan ISIS.

Kelompok Uighur memanfaatkan itu secara separatisme, kemerdekaan, atau ekonomi dengan membentuk khalifah lokal.

"Mereka berkomunikasi dan berinteraksi membentuk jaringan global. Mereka bisa menggerakan jaringan di negara masing-masing untuk berkoneksi," kata dia.

Dia menambahkan, enam orang diduga dari Uighur telah diketahui keberadaan.
Empat orang tertangkap dan sudah divonis pada 2015, satu orang tertangkap di Bekasi, dan dua tertembak di Bekasi.

Namun bukan berarti keberadaan dan sepak terjang jaringan internasional teroris dari Uighur belum tutup buku di tanah air. Paling tidak menyergapan empat teroris di Tangsel menjadi buktinya.

Juga sebelumnya kejadian seorang terduga teroris dari suku Uighur, Tiongkok diperiksa Densus 88 Mabes Polri.

Pemeriksaan ini buntut dari salah mendaratnya pesawat Lion Air yang harusnya di penerbangan luar negeri namun di domestik.

Hingga akhirnya terduga teroris itu lolos dari pemeriksaan imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Minggu (10/5/2016) lalu.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti membenarkan informasi tersebut. Diutarakan Badrodin, pihak Imigrasi lah yang memberikan informasi pada polisi adanya suku Uighur yang lolos dalam insiden itu.

"Dua hari yang lalu tertangkap Imigrasi, lalu Imigrasi meneruskan ke kami. Dia sudah menggunakan identitas Indonesia," tegas Badrodin, Senin (16/5/2016) di Mabes Polri.

Begitu juga Menko Polhukam Wiranto mengungkapkan hasil pertemuannya dengan Duta Besar Republik Rakyat Tiongkok, Xie Feng yaitu kesepakatan bersama untuk menahan etnis Uighur yang tergabung dalam kelompok ISIS masuk ke dalam wilayah kedua negara maupun Malaysia.

"Kami sepakat untuk tidak memberi ruang untuk mereka beraktivitas baik di Indonesia, Malaysia maupun di Tiongkok," ujar Wiranto di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (15/12/2016).

Diketahui, Malaysia menjadi pintu masuk warga dari etnis Uighur yang berafiliasi dengan kelompok ISIS ke Poso, Sulawesi Tengah.

Dari hasil pertemuannya dengan Dubes Xie Feng, Wiranto mengungkapkan, etnis Uighur kini banyak yang berangkat ke Suriah untuk bergabung dan berlatih dengan kelompok ISIS dan dikhawatirkan akan kembali ke Tiongkok atau ke Indonesia.

"Masalah Uighur itu sudah sedemikian cepatnya berkembang sehingga banyak masyarakat Uighur yang kemudian dilatih di ISIS ya di Suriah di sana dan sangat, boleh jadi kemudian tatkala mereka kembali akan lewat Malaysia atau Indonesia kembali ke daerah mereka dan ini kita sepakat untuk tidak memberi ruang untuk mereka," ucap Wiranto.

"Kami berpendapat kalau terorisme itu tidak kita beri ruang dan koridor untuk aktivitas bahkan kita langsung memotong jalur-jalur distrik mereka maka mereka tidak akan hidup, kita sepakat untuk memperdalam masalah itu," kata Wiranto. (*/Berbagai Sumber)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas